Saturday, August 29, 2009

. Saturday, August 29, 2009
0 comments


BAHAN:
1 ekor ayam kampung, belah jangan sampai putus, bAyam Bakar Kalasanersihkan
3 lembar daun salam
2 cm lengkuas, memarkan
2 batang serai, memarkan
50 gram gula merah, sisir
500 cc air santan
250 cc air kelapa
Lalapan mentah secukupnya

BUMBU HALUS:
7 butir bawang merah
5 siung bawang putih
5 butir kemiri
1 sendok makan ketumbar
1/4 sendok teh jintan
garam secukupnya

SAMBAL LIMAU:
6 buah cabai merah
1/2 sendok teh terasi
2 buah jeruk limau
1/2 sendok teh gula merah
garam secukupnya

CARA MEMBUAT:
1. Masak air santan, air kelapa, dan bumbu halus. Tambahkan dengan lengkuas, daun salam, dan serai. Masak hingga bumbu matang dan mendidih, masukkan ayam dan gula merah, masak hingga bumbu meresap dan kuah terserap.
2. Pakai penjepit dan bakaran ayam. Bakar ayam di atas bara api hingga matang dan berwarna kecokelatan, angkat.
3. Sambal limau: haluskan semua bahan sambal, beri perasan air jeruk limau.
4. Sajikan ayam bakar dengan lalapan mentah dan sambal limau.
Untuk: 6 orang

Abu Nawas mati

.
0 comments

Baginda Raja pulang ke istana dan langsung memerintahkan para prajuritnya menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas telah hilang entah kemana karena ia tahu sedang diburu para prajurit kerajaan. Dan setelah ia tahu para prajurit kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu Nawas baru berani pulang ke rumah.

"Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi mencarimu."
"Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja menjual Sultan Harun Al Rasyid menjadi budak."
"Apa?"
"Raja kujadikan budak!"
"Kenapa kau lakukan itu suamiku."
"Supaya dia tahu di negerinya ada praktek jual beli budak. Dan jadi budak itu sengsara."
"Sebenarnya maksudmu baik, tapi Baginda pasti marah. Buktinya para prajurit diperintahkan untuk menangkapmu."
"Menurutmu apa yang akan dilakukan Sultan Harun AL Rasyid kepadaku,"
"Pasti kau akan dihukum berat."
"Gawat, aku akan mengerahkan ilmu yang kusimpan."

Abu Nawas masuk ke dalam, ia mengambil air wudhu lalu mendirikan sholat dua rakaat. Lalu berpesan kepada istrinya apa yang harus dikatakan bila Baginda datang. Tidak berapa lama kemudian tetangga Abu Nawas geger, karena istri Abu Nawas menjerit-jerit.
"Ada apa?" tanya tetangga Abu Nawas sambil tergopoh-gopoh.
"Huuuuuu...suamiku mati....!"
"Hah? Abu Nawas mati?"
"Iyaaaa..., !" Kini kabar kematian Abu Nawas tersebar ke seluruh pelosok negeri. Baginda terkejut. Kemarahan dan kegeraman beliau agak susut mengingat Abu Nawas adalah orang yang paling pintar, menyenangkan dan menghibur Baginda Raja. Baginda Raja beserta beberapa pengawal beserta seorang tabib (dokter) istana, segera menuju rumah Abu Nawas. Tabib segera memeriksa Abu Nawas. Sesaat kemudian ia nnmberi laporan kepada Baginda bahwa Abu Nawas memang telah mati beberapa jam yang lalu. Setelah melihat sendiri tubuh Abu Nawas terbujur kaku tak berdaya, Baginda Raja marasa terharu dan meneteskan air mata. Beliau bertanya kepada istri Abu Nawas.
"Adakah pesan terakhir Abu Nawas untukku?"
"Ada Paduka yang mulia." Kata istri Abu Nawas sambil mengangis.
"Katakanlah!" kata Baginda Raja.
"Suami hamba, Abu Nawas memohon sudilah kiranya Baginda Raja mengampuni semua kesalahannya dunia akhirat di depan rakyat." Kata istri Abu Nawas terkata-kata.

"Baiklah kalau itu permintaan Abu Nawas." kata Baginda Raja menyanggupi. Jenazah Abu Nawas diusung di atas keranda. Kemudian Baginda Raja mengumpulkan rakyatnya di tanah lapang. Beliau berkata,
"Wahai rakyatku, dengarkanlah bahwa hari ini aku. Sultan Harun Al Rasyid telah memaafkan segala kesalahan Abu Nawas yang telah diperbuat terhadap diriku dari dunia hingga akhirat. Dan kalianlah sebagai saksinya."

Tiba-tiba dari dalam keranda yang terbungkus kain hijau terdengar suara keras, "Syukuuuuuuuur....... !" Seketika pengusung jenazah ketakukan, apalagi melihat Abu Nawas bangkit berdiri seperti mayat hidup. Seketika rakyat yang berkurnpul lari tunggang langgang, tertubrukan dan banyak yang jatuh terkilir.

Abu Nawas sendiri segera berjalan ke hadapan Baginda Pakaiannya yang putih-putih bikin Baginda keder juga.

"Kau... kau... sebenamya mayat hidup atau memang kau hidup lagi?" tanya Baginda dengan gemetar.
"Hamba masih hidup Tuanku. Hamba mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas pengampunan Tuanku."
"Jadi kau masih hidup?"
"Ya, Baginda. Segar bugar, buktinya kini hamba merasa lapar dan ingin segera pulang."

"Kurang ajar! Ilmu apa yang kau pakai Abu Nawas?"
"Ilmu dari mahaguru sufi guru hamba yang sudah meninggal dunia."
"Ajarkan ilmu itu padaku..."
Tidak mungkin Baginda, Hanya guru hamba yang mampu melakukannya. Hamba tidak bisa mengajarkannya sendiri,"
Dasar pelit!" Baginda menggerutu kecewa.

Perlakuan Sama

.
0 comments

"Segala sesuatu yang ada harus dibagi sama rata," ujar seorang filsuf di hadapan sekelompok orang di warung kopi.

"Aku tak yakin, itu akan terjadi," ujar seseorang yang selalu ragu.

"Tapi, pernahkah engkau memberi kesempatan?" menimpali sang filsuf.

"Aku pernah!" teriak Nasrudin. "Aku beri istriku dan keledaiku perlakuan yang sama. Mereka memperoleh apa yang betul-betul mereka inginkan."

"Bagus sekali!" kata sang filsuf. "Sekarang katakan bagaimana hasilnya."

"Hasilnya adalah seekor keledai yang baik, dan istri yang buruk."

Seperti Engkau

.
0 comments

Suatu hari Nasrudin, sambil berdiri di dekat lapangan sebelah pasar, dengan sepenuh hati melantunkan sebuah syair:

"O, cintaku! Keseluruhan diriku begitu terliputi oleh-Mu Segala yang ada di hadapanku Tampak seperti Engkau!"

Tiba-tiba seorang pelawak berteriak: "Bagaimana jadinya jika ada orang dungu di depan matamu?"

Tanpa berhenti, sang Mullah terus membaca syairnya: "...Tampaknya seperti Engkau!"

"Heh?"

Tebakan

.
0 comments

"Menurut pandangan umum, para Sufi itu gila," gumam Nasrudin. "Menurut para orang bijak, mereka benar-benar penguasa dunia. Aku akan mengeceknya, supaya aku sendiri bisa yakin mana yang benar."

Kemudian ia melihat seseorang yang tinggi besar, mengenakan jubah seperti seorang Sufi Akldan.

"Sahabat," kata Nasrudin, "aku ingin membuat sebuah percobaan untuk menguji kekuatan jiwamu, dan juga kesehatan rohaniku."

"Boleh. Silakan mulai," kata sang Akldan.

Nasrudin membuat gerakan menyapu dengan tangannya, kemudian mengepalkan kedua tangannya. "Sekarang, apa yang ada ditanganku?"

"Seekor kuda, kereta dan sais," ujar sang Alsldan cepat.

"Itu sih bukan test," ujar Nasrudin marah, "Habis kamu sih tadi melihat aku mengambilnya."

Pencuri

.
0 comments

Suatu malam seorang pencuri membobol rumah Nasruddin. Untung saja Nasruddin melihatnya. Karena takut, dengan cepat Nasruddin bersembunyi di dalam sebuah kotak besar yang terletak di sudut ruangan.

Si pencuri sedang mengaduk-aduk isi rumah Nasruddin mencari uang ataupun barang berharga yang dimiliki Nasruddin. Dia membuka lemari, laci-laci, kolong-kolong, dan lain-lain. la tapi tidak menemukan satu pun barang berharga.

Pencuri itu hampir saja menyerah dan memutuskan untuk keluar dari rumah Nasruddin. Tapi tiba-tiba matanya tertuju pada kotak besar yang terletak di sudut ruangan kamar Nasruddin. Dia sangat senang karena dia yakin dalam kotak itulah disimpan harta benda yang dia cari.

Walaupun kotak itu terkunci kuat dari dalam, tapi dengan kekuatan penuh, pencuri itu berhasil membuka kotak tersebut. Pencuri itu sangat kaget ketika melihat Nasruddin berada di dalam kotak itu. Pencuri itu sangat marah dan berkata, "Hei! Apa yang kau lakukan di dalam situ?"

"Aku bersembunyi darimu," jawab Nasruddin.

"Kenapa?"

"Aku malu, karena aku tak punya apapun yang dapat kuberikan padamu. Itulah alasan mengapa aku bersembunyi dalam kotak ini."

Friday, August 28, 2009

Howto setup domain co.cc on blogger

. Friday, August 28, 2009
0 comments

cara setting domain co.cc pada blogger :







Cara Memasang Recent Posts di Blogger

.
0 comments

Recent Post merupakan menu yang berfungsi untuk menampilkan daftar beberapa judul postingan terakhir yang telah kita publish di blog kita. Untuk blog yang berbasiskan blogspot, menu ini belum tersedia dalam default settingan blogger. Jika ingin menampilkannya, kita mesti melakukan setingan secara manual.


Tapi jangan khawatir, cara menampilkan/memasang menu Recent Post ini sangat mudah kok. Berikut ini langkah-langkahnya :

- Login ke akun blogger anda.

- Klik menu ’Tata Letak’ atau ’Lay-out’ pada blog yang akan anda pasangi menu Recent Post ini.

- Lalu klik tulisan ’Tambah Gadget’ atau ’Add Gadget’ pada sidebar.

- Setelah muncul jendela atau pop-up, klik tulisan ’Feed’.

-Pada bagian url, isikan dengan format seperti ini: http://namabloganda.blogspot.com/feeds/posts/default (Bagian berwarna merah isikan dengan nama blog anda).

- Klik "Lanjutkan" atau "Continue".

- Setelah muncul kotak khusus, isikan dengan kalimat ’Recent Post’ atau ’Posting Terbaru’ pada bagian judul. Pada bagian "tampilkan" yang terdapat pilihan angka, pilih saja 5 (untuk menampilkan 5 posting terbaru). Lalu beri tanda centang pada kotak tanggal atau pengarang/nama anda jika ingin menampilkan tanggal posting dan nama anda sebagai pengarangnya. Namun saran saya, sebaiknya kosongkan saja.

- Klik simpan atau save.

- Selesai.

Puasa

.
0 comments

Sudah banyak pakar membahas hikmah dan filosofi ibadah puasa. Ada yang mengaitkan puasa dengan teori-teori kedokteran, seperti dilakukan Muhammad Farid Wajdi, salah seorang murid Shekh Muhammad Abduh. Ada pula yang mengaitkannya dengan kepedulian sosial dan rasa kesetiakawanan, serta tidak sedikit pula yang mengaitkan puasa dengan pendidikan kepribadian. Berbagai hikmah yang dikemukan para pakar di atas, tentu saja memiliki alasan-alasan dan logikanya sendiri.

Dalam Alquran, menurut penyelidikan Muhammad Fuad Abd al-Baqi dalam Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfadz Alquran , kata puasa ( al-shaum ) terulang sebanyak 14 kali dalam berbagai bentuknya. Khusus mengenai puasa Ramadhan, dapat dilihat keterangannya secara beruntun dalam surah al-Baqarah ayat 183 s/d 167. Berdasarkan penyelidikannya yang mendalam terhadap ayat-ayat mengenai puasa di atas, Abdul Halim Mahmud, mantan Rektor al-Azhar, dalam bukunya Asrar al-'Ibadah (Rahasia Ibadah), mengemukakan tiga hikmah penting ibadah puasa.

Pertama, puasa diwajibkan sebagai sarana mempersiapkan individu Muslim menjadi orang takwa (Q. S. 2: 183). Karena tujuan utama puasa adalah takwa, maka menurut Abdul Halim Mahmud, setiap orang yang berpuasa harus mampu mengorganisir seluruh organ tubuhnya dan mengatur semua aktivitasnya ke arah tujuan yang hendak dicapai itu (takwa).

Kedua, puasa diwajibkan sebagai syukur nikmat. Allah SWT memerintahkan puasa setelah Ia menerangkan bahwa Ramadhan yang mulia itu adalah bulan yang di dalamnya petunjuk Allah yang amat sempurna diturunkan, yaitu Alquran (Q. S. 2: 185). Karena itu, turunnya wahyu itu patut disambut dan ''dirayakan''. Namun, perayaan ini haruslah dengan kegiatan yang sesuai. Dalam kaitan ini, penyambutan dan ''perayaan'' itu hanya patut dilakukan dengan mempersiapkan diri untuk bisa menerima petunjuk itu dengan cara yang paling baik, yaitu puasa.

Ketiga, puasa membuat pelakunya dekat dengan Tuhan dan semua permohonan dan doanya didengar dan dikabulkan. Inilah makna firman Allah: ''Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku'' (Q.S. 2.186).

Menyimak beberapa hikmah yang dapat dipetik dari ayat-ayat di atas, nyatalah bahwa puasa merupakan sesuatu yang semestinya kita lakukan. Ia bukan semata kewajiban, melainkan suatu kebutuhan. Untuk itu, setiap muslim harus menyambut gembira datangnya Ramadhan ini dan melaksanakan ibadah puasa dengan penuh suka cita. Dengan begitu, setiap kita mempunyai alasan moral untuk mendapat pengampunan Tuhan dan pembebasan dari siksa-Nya.

Hari Keenam

.
0 comments

wah ketinggalan neh udah hari keenam
...
ah..
males
buat puisinya

Thursday, August 27, 2009

Nurani

. Thursday, August 27, 2009
0 comments

Suatu saat sejumlah sahabat berkumpul di hadapan Rasulullah saw dalam sebuah majelis. Di antara mereka ada seorang laki-laki bernama Wabishah bin Ma'bad, yang ingin sekali mengajukan pertanyaan perihal kebajikan dan dosa. Menanggapi pertanyaan itu Rasulullah saw meletakkan tangan di dada orang itu dan bersabda: ''Hai Wabishah, bertanyalah kepada dirimu sendiri. Kebajikan adalah apa yang dapat membuat hati dan jiwa tenang, sedangkan dosa adalah apa yang bergejolak di dalam hati dan ketidakpastian di dalam dada, walaupun orang telah memberimu fatwa (nasihat, pertimbangan),'' (Hadis Riwayat Ahmad).

Hadis Nabi saw yang sangat ringkas dan tegas itu jangan diartikan bahwa kita tak perlu belajar fikih untuk mengetahui status hukum perbuatan kita. Tapi, hadis itu mengajarkan bahwa sesungguhnya hati nurani manusia tidak berbohong dan tidak dapat dibohongi. Walaupun orang dapat mengemukakan berbagai argumentasi dengan pertimbangan tertentu, hati nuraninya tetap ''independen'' dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang batil. Orang bisa saja berkelit dengan seribu satu macam logika untuk menutupi suatu kecurangan, namun hati nuraninya tak mungkin sepakat dengan ketidakjujuran yang dilakukan itu. Hati nurani senantiasa berpihak kepada kebenaran, maka kata hati yang merupakan ''kesadaran terdalam'' adalah suara kebenaran.

Di tengah situasi kehidupan yang berlangsung dinamis dan semangat reformasi yang terus menggema di sana-sini hingga saat ini, timbul nuansa-nuansa pemikiran dari berbagai kalangan -- baik yang ''ditokohkan'' masyarakat maupun yang ''menokohkan'' diri sendiri --di sekitar tema upaya membawa bangsa ini keluar dari berbagai macam krisis menuju keadaan yang lebih baik. Acap kali dalam situasi semacam itu orang ''terlalu bersemangat'' dengan retorika-retorika, dan berusaha mengklaim pandangan sendiri sebagai yang benar dan ideal, sementara pihak lain dituding sebagai yang salah atau keliru.

Nuansa-nuansa itu memang menambah semaraknya kebebasan berpendapat. Akan tetapi hal itu bisa jadi akan menjerumuskan massa awam --baik yang dilibatkan secara langsung maupun tidak-- kepada suatu krisis dan ''kebingungan'' baru, sebab tidak jarang ukuran kebenaran pendapat mereka itu paralel dengan kepentingan yang sangat relatif, yang orang lain mungkin tidak tahu.

Untuk itulah, seyogianya setiap pihak mempertimbangkan objektivitas sikap dan pandangannya dengan kembali ''bertanya kepada hati nurani'', dan tidak membohongi diri sendiri. Akhirnya, kita berharap dengan berkonsultasi kepada hati nurani itu kita akan mampu melihat dengan jelas perbedaan antara kebenaran dan kebatilan yang ada di sekeliling kita, sebagaimana isyarat firman Allah (QS Al-Isra' (17): 81), ''Katakanlah: Kebenaran telah datang dan kebatilan pun telah lenyap. Sesungguhnya kebatilan itu pasti lenyap.'' Mudah-mudahan Allah segera memberikan pertolongan-Nya kepada bangsa kita yang sedang mengalami ''cobaan nasional'' saat ini. Amiin yaa Mujib as-Sa'ilin.

satu tubuh

.
0 comments

Sesungguhnya orang mukmin itu makan dengan satu perut, sedang orang kafir makan dengan tujuh perut -- Nabi Muhammad SAW

Seperti kendaraan bermotor, dalam bulan Puasa kita di-tune-up, di-spooring, di-balancing, supaya lancar dalam pengembaraan kehidupan sehari-hari kita selanjutnya. Begitu besar perhatian Tuhan kepada diri kita, hal itu terasa di bulan-bulan kemudian kita berada dalam keadaan stabil. Sampai kemudian kita dipertemukan dengan bulan Puasa lagi. Alhamdulillah. Seberapa besar keperluan yang kita butuhkan, rasanya selalu dicukupi Allah. Kadang terasa kita begitu dimanjakan-Nya. Ya, kita juga lupa bahwa kita sebenarnya sudah lahir kembali, menjadi fitri untuk menjalani hidup ini. Mengapa lalu di bulan-bulan kemudian kita kadang hidup lebih mewah lagi. Mengapa kita lupa gemblengan rohani dan jasmani yang baru saja kita jalani.

Mengapa kemudian kita tidak khusus, misalnya, melakukan pemberdayaan kekuatan keadilan sosial untuk menanggulangi kesenjangan sosial yang semakin tajam. Sebenarnya seberapa besar kekuatan yang kita miliki punya pengaruh terhadap rasa keadilan sosial orang-perorang. Sayyid Qutub menyatakan bahwa Islam membenci keadaan masyarakat yang terbagi dalam kelompok kaya dan miskin. Di dalam masyarakat seperti itu terkandung rasa sakit hati dan kedengkian yang bisa mengancam keutuhan masyarakat serta merusak jiwa dan hati manusia. Juga tekanan hidup atas orang-orang miskin, bisa mendorong mereka kepada tindakan-tindakan yang haram dan terlarang, misalnya mencuri, merampok, menjual harga diri dan kehormatan, merasa benar sendiri. Tindakan-tindakan semacam ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan dimusuhi Islam.

Hadis riwayat Bukhari di atas mengingatkan kita bahwa kebutuhan asal cukup dan kebutuhan asal rakus mendudukkan orang-perorang dalam kondisi ketakwaan yang saling bertentangan. Seorang yang baik juga nampak dalam ketakwaan ketika menghimpun kekayaan. Juga diperhitungkan bagaimana kekayaan itu bisa didapat, dari mana, lalu untuk apa. Sampai pada akhirnya kekayaan itu wajib ''dipertemukan'' dengan Allah Azza wa Jalla. Bisakah kekayaan kita dipertanggungjawabkan? Apakah ada kelompok masyarakat yang kita rugikan ketika kita menumpuk kekayaan. Masa-masa ibadah tak akan pernah berakhir. Kesucian menyertai langkah kita dan tindakan-tindakan kita di kantor. Itulah karunia Allah terbesar. Pikiran kita, ucapan kita, dan perilaku kita sehari-harinya mencerminkan keagungan manusia. Kita adalah wakil Tuhan di bumi, sehingga napas keadilan sosial yang kita hembuskan merupakan kewajiban yang utama karena kita seorang mukmin. Subhanallah. -

Wednesday, August 26, 2009

Dihukum Pancung

. Wednesday, August 26, 2009
0 comments

Cita-cita atau obsesi menghukum Abu Nawas sebenarnya masih bergolak, namun Baginda merasa kehabisan akal untuk menjebak Abu Nawas. Seorang penasihat kerajaan kepercayaan Baginda Raja menyarankan agar Baginda memanggil seorang ilmuwan-ulama yang berilmu tinggi untuk menandingi Abu Nawas. Pasti masih ada peluang untuk mencari kelemahan Abu Nawas. Menjebak pencuri harus dengan pencuri. Dan ulama dengan ulama.

Baginda menerima usul yang cemerlang itu dengan hati bulat. Setelah ulama yang berilmu tinggi berhasil ditemukan, Baginda Raja menanyakan cara terbaik menjerat Abu Nawas. Ulama itu memberi tahu cara-cara yang paling jitu kepada Baginda Raja. Baginda Raja manggut-manggut setuju. Wajah Baginda tidak lagi murung. Apalagi ulama itu menegaskan bahwa ramalan Abu Nawas tentang takdir kematian Baginda Raja sama sekali tidak mempunyai dasar yang kuat. Tiada seorang pun manusia yang tahu kapan dan di bumi mana ia akan mati apalagi tentang ajal orang lain.

Ulama andalan Baginda Raja mulai mengadakan persiapan seperlunya untuk memberikan pukulan fatal bagi Abu Nawas. Siasat pun dijalankan sesuai rencana. Abu Nawas terjerembab ke pangkuan siasat sang ulama. Abu Nawas melakukan kesalahan yang bisa menghantarnya ke tiang gantungan atau tempat pemancungan. Benarlah peribahasa yang berbunyi sepandai-pandai tupai melompat pasti suatu saat akan terpeleset. Kini, Abu Nawas benar-benar mati kutu. Sebentar lagi ia akan dihukum mati karena jebakan sang ilmuwan-ulama. Benarkah Abu Nawas sudah keok? Kita lihat saja nanti.

Banyak orang yang merasa simpati atas nasib Abu Nawas, terutama orang-orang miskin dan tertindas yang pernah ditolongnya. Namun derai air mata para pecinta dan pengagum Abu Nawas tak.akan mampu menghentikan hukuman mati yang akan dijatuhkan. Baginda Raja Harun Al Rasyid benar-benar menikmati kemenangannya. Belum pernah Baginda terlihat seriang sekarang. Keyakinan orang banyak bertambah mantap. Hanya satu orang yang tetap tidak yakin bahwa hidup Abu Nawas akan berakhir setragis itu, yaitu istri Abu Nawas.

Bukankah Alla Azza Wa Jalla lebih dekat daripada urat leher. Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah Yang Maha Gagah. Dan kematian adalah mutlak urusanNya. Semakin dekat hukuman mati bagi Abu Nawas; orang banyak semakin resah. Tetapi bagi Abu Nawas malah sebaliknya. Semakin dekat hukuman bagi dirinya, semakin tenang hatinya. Malah Abu Nawas nampak setenang air danau di pagi hari. Baginda Raja tahu bahwa ketenangan yang ditampilkan Abu Nawas hanyalah merupakan bagian dari tipu dayanya Tetapi Baginda Raja telah bersumpah pada diri sendiri bahwa beliau tidak akan terkecoh untuk kedua kalinya.

Sebaliknya Abu Nawas juga yakin, selama nyawa masih melekat maka harapan akan terus menyertainya. Tuhan tidak mungkin menciptakan alam semesta ini tanpa ditaburi harapan-harapan yang menjanjikan. Bahkan dalam keadaan yang bagaimanapun gentingnya. Keyakinan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh Baginda Raja dan ulama itu. Seketika suasana menjadi hening, sewaktu Baginda Raja memberi sambutan singkat tentang akan dilaksanakan hukuaman mati atas diri terpidana mati Abu Nawas. Kemudian tanpa memperpanjang waktu lagi Baginda Raja menanyakan permintaan terakhir Abu Nawas.

Dan pertanyaan inilah yang paling dinanti-nantikan Abu Nawas. "Adakah permintaan yang terakhir"
"Ada Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas singkat.
"Sebutkan." kata Baginda.
"Sudilah kiranya hamba diperkenankan memilih hukuman mati yang hamba anggap cocok wahai Baginda yang mulia." pinta Abu Nawas.
"Baiklah." kata Baginda menyetujui permintaan Abu Nawas...
"Paduka yang mulia, yang hamba pinta adalah bila pilihan hamba benar hamba bersedia dihukum pancung, tetapi jika pilihan hamba dianggap salah maka hamba dihukum gantung saja." kata Abu Nawas memohon.

"Engkau memang orang yang aneh. Dalam saat-saat yang amat genting pun engkau masih sempat bersenda gurau. Tetapi ketahuilah bagiku segala tipu muslihatmu hari ini tak akan bisa membawamu kemana-mana." kata Baginda sambil tertawa.

"Hamba tidak bersenda gurau Raduka yang mulia." kata Abu Nawas bersungguh-sungguh. Baginda main terpingkal-pingkal. Belum selesai Baginda Raja tertawa-tawa, Abu Nawas berteriak dengan nyaring.

"Hamba minta dihukum pancung!" Semua yang hadir kaget. Orang banyak belum mengerti mengapa Abu Nawas membuat keputusan begitu. Tetapi kecerdasan otak Baginda Raja menangkap sesuatu yang lain. Sehingga tawa Baginda yang semula berderai-derai mendariak terhenti. Kening Baginda berkenyit mendengar ucapan Abu Nawas. Baginda Raja tidak berani menarik kata-katanya karena disaksikan oleh ribuan rakyatnya. Beliau sudah terlanjur mengabulkan Abu Nawas menentukan hukuman mati yang paling cocok untuk dirinya.

Kini kesempatan Abu Nawas membela diri. "Baginda yang mulia, hamba tadi mengatakan bahwa hamba akan dihukum pancung. Kalau pilihan hamba benar maka hamba dihukum gantung. Tetapi di manakah letak kesalahan pilihan hamba sehingga hamba harus dihukum gantung. Padahal hamba telah memilih hukuman pancung?" Olah kata Abu Nawas memaksa Baginda Raja dan ulama itu tercengang. Benar-benar luar biasa otak Abu Nawas ini. Rasanya tidak ada lagi manusia pintar selain Abu Nawas di negeri Baghdad ini.

"Abu Nawas aku mengampunimu, tapi sekarang jawablah pertanyaanku ini. Berapa banyakkah bintang di langit?"
"Oh, gampang sekali Tuanku."
"lya, tapi berapa, seratus juta, seratus milyar?" tanya Baginda.
"Bukan Tuanku, cuma sebanyak pasir di pantai."
"Kau ini... bagaimana bisa orang menghitung pasir di pantai?"
"Bagaimana pula orang bisa menghitung bintang di langit?"
"Hahahahaha...! Kau memang penggeli hati. Kau adalah pelipur laraku. Abu Nawas mulai sekarang jangan segan-segan, sering-seringlah datang ke istanaku. Aku ingin selalu mendengar lelucon-leluconmu yang baru!"
"Siap Baginda...!" Lalu Baginda memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong uang kepada manusia terlucu di negerinya itu.

Bercukur

.
0 comments

Nasrudin dianggap sebagai guru sufi bahkan ia dipanggil sebagai Mullah, hal ini menujukkan dia memang berilmu. Pada suatu hari -Nasrudin pergi ke tukang cukur. Sialnya si tukang cukur bekerja amat lamban karena pisaunya tumpul. Setiap kali pipi Nasrudin tergores hingga berdarah.

Tukang cukur cepat ceoaf mengambil sejumput kapas dan meletakkannya pada luka itu. Hal ini berlangsunq terus hingga beberapa kali. Sampai wajah Nascudin penuh dengan jumputan-jumputan kapas. Ketika si tukang cukur hendak melanjutkan dengan pipi Nasrudin yang satunya, tiba-tiba saja Nasrudin melompat dan memandangi wajahnya di kaca.

"Cukup, terima kasih, Saudara! Aku telah memutuskan untuk menanam kapas di pipi kiri dan gandum di pipi yang lain!"

Bukan Sayuran

.
0 comments

Suatu kali Nasrudin menjadi orang penting di istana. Ia gunakan posisinya ini untuk menunjukkan cara mengatur orang-orang di dalam istana. Suatu hari Raja merasa lapar sekali. Beberapa tukang masak menyajikan hidangan yang luar biasa enaknya, sehingga Raja meminta Kepala Istana untuk menyiapkan makanan seperti itu setiap hari.

"Bukankah ini sayuran terbaik di dunia, Mullah?" tanya sang Raja kepada Nasrudin.
"Teramat baik, Tuanku." jawab Nasrudin.

Tapi kalau tiap kali harus makan makanan yang sama, siapapun akan menjadi bosan. Lima hari kemudian, ketika para juru masak merampungkan sajian makanan untuk kesepuluh kalinya, sang Raja berteriak:

"Singkirkan semuanya! Aku benci makanan-makanan ini!"
"Ini memang sayuran terburuk di dunia, Tuanku," ujar Nasrudin.
"Tapi, Mullah, belum satu minggu yang lalu engkau mengatakan itu sayuran yang terbaik."
"Memang benar, Tuanku. Tapi hamba ini adalah pelayan Raja, bukan sayuran."

Ya sebagai seorang pelayan tentunya Nasrudin harus patuh dan nurut saja apa kata baginda.

WC Cowok Dengan WC Cewek

.
0 comments

Seorang peneliti bereksperimen tentang budidaya ikan lele. Ikan-ikan tersebut sengaja di taruh di dua kolam. Di atas kolam pertama dibangun WC khusus cowok, sementara di atas kolam kedua dibangun WC khusus cewek. WC-WC ini diharapkan menjadi sumber makakan ikan ketika ada yang buang air.

Selang tiga bulan kemudian peneliti melihat pertumbuhan yang tidak wajar, ikan lele di kolam pertama badannya lebih kecil dibandingkan dengan ikan lele di kolam kedua. Peneliti bingung dan mencoba menganalisanya.

Dia menyimpulkan bahwa ikan lele di kolam pertama selama ini mengalami stress secara terus menerus. Sebab, meskipun mereka diberi makan, tapi mereka diancam dengan "PENTUNGAN". Sebaliknya, ikan-ikan lele di kolam kedua meresa nyaman dan terhibur karena selain diberi makan (eek), mereka juga diberi "SENYUMAN"....

Angkot Setan

.
0 comments

Kurang lebih pukul 10 malam, Seorang wanita tengah baya (nenek-nenek untuk lebih tepatnya), berumur sekitar 63 tahun sedang menuju pulang setelah berbelanja buah-buahan di toko buah di daerah rawamangun, yang tidak jauh dari rumahnya.

Sudah kurang lebih 20 menit sang nenek menunggu angkot (mikrolet) yang biasa dinaikinya pulang..tapi angkot yang ditunggu tak kunjung tiba.

Memang biasanya angkot tersebut sudah berhenti beroperasi pada pukul 21.30 paling malam, namun entah mengapa, sang nenek merasa bahwa masih ada angkot yang akan membawanya pulang...

Setelah 35 menit menunggu..akhirnya benar, angkot yang ditunggu sang nenek muncul. Hal yang tidak biasa terjadi... Lalu naiklah sang nenek ke dalam angkot yang berisi 3 orang.. 1 orang supir dan 2 orang penumpang lain yang kedua-duanya adalah seorang wanita cantik, berambut panjang, dengan pakaian pesta berwarna putih (broken white tepatnya).

Sang nenek sempat berpikir..."Aneh sekali....dua orang wanita cantik berpakaian pesta warna putih, pada malam hari begini naik angkot."

Tapi sang nenek tidak mau meneruskan apa yang ada di pikirannya, walaupun bulu kuduknya sudah mulai berdiri. Terjadilah suasana yang dingin, hening tanpa suara pada angkot tersebut.

Sang supir-pun hanya menyupir tanpa menengok atau mengeluarkan suara sedikitpun...cara menyupirnya pun cenderung kasar, dan ngebut-ngebutan.

Tak sabar sang nenek untuk tiba di daerah rumahnya...sampai akhirnya, Sang nenek tiba di jembatan biasa tempat ia turun. setelah menyiapkan
selembar uang Rp. 10 ribu-an (karena memang tinggal satu lembar uang 10 ribuan yang dia punya) untuk membayar angkot, Sang nenek lalu memberhentikan angkot tersebut

"Bang...kiri, bang.."

Sang supir langsung memberhentikan angkotnya dengan rem mendadak tanpa bersuara..

Lalu sang nenek turun, dan menyerahkan lembaran uang Rp. 10 ribu terakhirnya melalui jendela pintu depan angkot...sambil menunggu kembalian ongkosnya..

Tapi ternyata..........

Sang Supir langsung menginjak gas dan meninggalkan nenek tersebut tanpa mengembalikan uang sang nenek...

Nenek itu berteriak..."DASAR ANGKOT SETAAAAAAAAANNNNNNN....!!!!!!!!!!!!!!"

Syukur Alhamdulillah

.
0 comments

slalu kusakiti Engkau dengan dosaku
ku balas semua kebaikan-Mu dengan kecurangan
tiada pernah ku menyadari semuanya
bahwa nafas yang ku hirup adalah kuasa-Mu
Alhamdulillah ku syukuri semua
terimakasih ku Ya Allah
atas indahnya hidup

Alhamdulillah ku syukuri semua
terimakasih ku Ya Robbi
atas rahmat dalam hidupku

slalu ku tinggalkan Engkau dengan khilafku
kubalas semua kemurahan-Mu dengan keburukan
tiada pernah ku menyadari semuanya
bahwa nafas yang ku hirup adalah kuasa-Mu

PadaMu Kubersujud

.
0 comments

ku menatap dalam kelam
tiada yang bisa ku lihat
selain hanya nama-Mu Ya Allah
esok ataukah nanti
ampuni semua salahku
lindungi aku dari segala fitnah

kau tempatku meminta
kau beriku bahagia
jadikan aku selamanya
hamba-Mu yang slalu bertakwa

ampuniku Ya Allah
yang sering melupakan-Mu
saat Kau limpahkan karunia-Mu
dalam sunyi aku bersujud

KebesaranMU

.
0 comments

Kau tempatku mengadu hati
memberi segala hidup
dunia dan seisinya milik-Mu
mencintai-Mu sejati
ku manusia yang penuh dosa
berharap ampunan-Mu
lihat di langit kesempurnaan hati-Mu
Kau cinta pertama dalam hidup

reff:
Allahu Akbar Maha Besar
memuja-Mu begitu indah
selalu Kau berikan semua
kebesaran-Mu Tuhan

ikhtiar

.
0 comments

Kitab suci Alquran menggunakan kata ikhtiar ini pada beberapa tempat. Misalnya pada surat Thaha ayat 13, surat ad-Dukhan ayat 32, serta surat al Qasas ayat 68. Ketiga ayat tersebut menunjukkan bahwa ikhtiar merupakan sifat Allah SWT.

Dalam Islam dikenal istilah Ahl al-Ikhtiyar (istilah dalam fikih; siyasi atau politik), yakni badan yang memilih seorang imam atau khalifah pada suatu negara atau pemerintahan Islam. Dalam pemahaman golongan Sunni, seorang imam atau khalifah menduduki jabatan itu melalui pemilihan yang dilakukan secara musyawarah oleh ahl a-Ikhtiyar atau disebut juga Ahl al-Hall wa al-'Aqd (Badan Pengurai dan Pengikat).

Menurut al Mawardi (ahli fikih), anggota Ahl al-Ikhtiyar harus memenuhi tiga syarat, yaitu pertama, bersifat adil, kedua, mengetahui hal-hal yang berguna untuk dapat menentukan persyaratan seorang calon imam atau khalifah, dan ketiga, mempunyai kearifan dan wawasan yang luas serta bijaksana dalam memilih seorang imam.

Berbeda dengan golongan Syiah. Menurut golongan ini, Ahl al-Ikhtiyar tidak ada karena seorang imam telah ditunjuk atas dasar wasiat oleh imam sebelumnya. Penunjukan itu tidak bisa batal meskipun imam yang terpilih telah meninggal sebelum yang berwasiat meninggal. Ia tetap diyakini sebagai imam al-Muntazar (yang ditunggu-tunggu) untuk membimbing umat pada saat mereka berada dalam kekacauan.

Dalam ilmu kalam (teologi), ikhtiar berarti kebebasan untuk memilih (hurriah) atau free will . Ini terdapat dalam aliran Kadariah yang dipelopori Ma'bah al Juhani (w.80 H) dan Gailan al Dimasyqi. Menurut paham Qadariah, manusialah yang mewujudkan perbuatannya dengan kemauan dan tenaganya. Daya telah diberikan Allah SWT sebelum manusia bertindak. Oleh karena itu, manusia bebas memilih dan berkehendak. Kebebasan memilih (seperti berbuat sesuatu atau tidak, beriman atau kafir, berbuat baik atau jahat) dengan segala konsekuensinya terlihat dalam surat Ali Imran ayat 164, surat ar-Raad ayat 11, al Kahfi ayat 29 dan surat Fussilat ayat 40.

Kebalikan dari paham Kadariah adalah paham Jabariah. Menurut paham ini, segala kehendak dan perbuatan manusia pada hakikatnya adalah perbuatan Allah SWT. Paham demikian dapat dipahami dari teori kasb abu Hasan al Asyari. Paham kasb menjelaskan bahwa perbuatan manusia tidak efektif. Kehendak dan kemauan manusia adalah juga kehendak dan kemauan Allah SWT. Menurut Asyari, kasb hanya dimaksudkan sehubungan dengan tanggungjawab manusia, karena memang hanya Tuhan yang berkehendak mutlak.

Menurut Ibnu Sina, ikhtiar diartikan sebagai kekuatan untuk memilih (power of choice). Kekuatan memilih ini berdasarkan atas daya adn pengetahuan yang diberikan Allah SWT melalui upaya dan intelek manusia, sehingga ia dapat memilih sesuatu yang akan dikerjakan atau tidak dikerjakan.

disarikan dari buku Ensiklopedi Islam terbitan PT Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta.

wujud pengetahuan

.
0 comments

Bahasan kali ini adalah wujud dan pengetahuan (being and knowledge). Apa yang dimaksud dengan wujud (being)? Kata wujud berasal dari bahasa arab wajada. Yang kita bicarakan wujud di sini adalah wujud dalam pengertian yang sangat dasar.

Wujud dalam dirinya sendiri tidak dapat diketahui. Yang kita anggap wujud ini tidak bisa kita definisikan. Sedangkan kita yang wujud ini sebenarnya hanya akibat dari wujud yang sesungguhnya. Ini sulit kita pahami, karena vocabulary kita tidak bisa menjangkau aspek spiritual ini. Ini satu bukti betapa timpangnya perhatian kita terhadap persoalan ini. Bukan kesalahan kita untuk tidak dapat memahami persoalan ini, tetapi fasilitas yang ada sangat terbatas untuk menjelaskannya.

Ada dua hal yang perlu dijelaskan di sini. Pertama, penyamaan itu lebih dekat pada kesatuan. Kita meminjam bahasa Taoisme, karena inilah yang lebih mudah untuk dapat menjelaskannya. Penyamaan dan perbedaan adalah dua hal yang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan.

Kedua, wujud dan hakikat. Kata wujud adalah bahasa Arab dan hakikat juga bahasa Arab, tetapi keduanya sudah menjadi bahasa Indonesia. Wujud adalah eksistensi sedangkan hakikat adalah realitas.

Wujud dalam dirinya sendiri tidak dapat didefiniskan. Yang sesungguhnya berwujud itu tidak dapat kelihatan. Wujud hanya dapat diketahui oleh entitas lain. Wujud hampir sama dengan penjelasan kita terhadap cahaya. Jika kita melihat cahaya, dan kita pastikan cahaya itu ada. Akan tetapi, yang terlihat di situ adalah benda-benda yang tersingkap oleh cahaya.

Jadi, wujud itu sesuatu yang tidak tampak pada dirinya sendiri, tetapi kehadirannya menyebabkan wujudnya objek-objek yang lain. Yang tampak itu objeknya, bukan cahayanya itu sendiri. Wujudnya tidak tampak, tetapi memungkinkan kita untuk melihat wujud-wujud selainnya. Jadi, wujud itu dapat kita ibaratkan dengan cahaya. Hakikat wujud yang sesungguhnya itu sendiri tidak terlihat. Yang terlihat ada ini bukan hakikat wujud, sebagai hakikat wujudnya adalah Allah SWT.

Dulu, ilmu semacam ini sangat dirahasiakan. Jika terus dirahasiakan, maka kapan generasi kita akan mengetahuinya. Oleh karenanya, kita jangan takut menjelaskan ilmu semacam ini. Sebab, kalau kita niat belajar kemudian salah maka akan diluruskan dan tetap mendapatkan pahala dari sisi Allah SWT. Orang berijtihad kalau salah dapat satu pahala dan kalau benar dapat dua pahala.

Tuhan Mahatahu akan kelemahan kita. Oleh karena itu, kita selalu memperbaiki iman kita dengan kalimah thayyibah. Hanya orang yang merasa sangat dekat dengan Tuhan mau menanyakan pribadi Tuhan. Tidak mungkin menanyakan hal-hal pribadi kepada orang yang tidak dekat. Seperti halnya Nabi Ibrahim AS menanyakan hakikat Tuhan. Begitu juga dengan Nabi Musa AS. Oleh karena itu, awalilah kegiatan semacam ini dengan memohon bimbingan-Nya, ihdinâ al-shirât al-mustaqim.

Dikatakan bahwa wujud bagaikan cahaya, tetapi sesungguhnya tidak sama dengan cahaya. Ini hanya perumpamaan saja untuk mendekatkan kita kepada pemahaman ini. Semakin terang sebuah cahaya semakin sulit kita memahami dan menangkapnya. Wujud tidak bisa didefinisikan dan diketahui. Ia identik dengan essensi ilahi. Wujud merupakan jumlah keseluruhan dari segala sesautu yang diciptakan. Pulpen, komputer dan LCD, misalnya, apakah itu wujud atau benda? Semuanya itu adalah benda yang merupakan akibat dari perwujudan itu.

Saya menggunakan buku-buku karya Ibn 'Araby untuk menjelaskan mengenai konsep wujud ini. Dikatakan, bahwa "Allah sebagai yang satu dan yang banyak." Dari mana datangnya yang banyak? Datangnya yang banyak itu dari yang satu. Allah mengetahui segala sesuatu.

Pengatahuan Allah yang berbilang-bilang ini adalah sumber manifestasi makhluk. Banyak ilmu dan banyak nama, tetapi hanya satu Allah SWT. Objek yang dilihat oleh mata ini sangat banyak, berbilang dan berwarna, tetapi pada hakikatnya adalah manifestasi dari yang wujud. Allah Swt Maha Tunggal atau Maha Esa. Di mana Allah dan di mana makhluknya? Allah tidaklah tergantung kepada makhluk, dan yang tergantung adalah kita. Allah adalah adalah bagaikan Yan dan kita dan seluruh makhluknya adalah Yin. Meskipun ilmu Tuhan bermacam-macam tetapi kalau disedot kembali menjadi satu kepada sumbernya.

Jangan dipertentangkan bahwa Allah SWT Maha Esa sedangkan makhluknya berbilang. "comprehensifness" itu penyatuan antara satu dengan yang lain, sedangkan "all-comprehensifness" adalah keseluruhan dari penyatuan antara yang satu dengan yang lain.

Ketika melihat sifat maskulinitas Tuhan maka kita akan melukiskan bahwa Allah Maha berbeda dengan kita. Sedangkan kalau melihat sifat-sifat Allah yang feminin maka akan ada kesamaan dengan kita. Contoh lain, kriteria apa yang bisa kita gunakan untuk mengukur bahwa sesuatu itu baik atau buruk? Kambing misalnya, jika ia (anaka kambing) berhubungan badan dengan induknya, apakah baik atau buruk, apa salah atau benar? Bagi penggembala kambing itu baik, karena sebentar lagi populasi kambingnya bertambah. Akan tetapi, kalau perbuatan itu dilakukan manusia, misalnya dilakukan seorang anak kepada ibunya, kita bisa memastikan perbuatan itu buruk dan tidak baik, karena ada norma khusus yang kita gunakan untuk menilainya.

Jadi, tidak semua yang berbeda itu salah atau tidak semua yang sama itu baik, demikian pula sebaliknya. Tergantung nilai dan norma apa yang kita gunakan untuk mengukurnya.

Satu sisi Allah SWT Mahategar, Mahakuat, tetapi pada sisi lain Mahalembut. Bagi Allah itu, tidak ada masalah. Oleh karena itu, kita perlu untuk mengategorikan nama-nama ketakterbandingan Tuhan, seperti al-Jalal (Maha Agung), al-Qahhar (Maha Pemaksa), al-Muntaqim (Maha Penyiksa), al-Jabbar (Maha Memaksa), al-Quddus (Maha Suci), dan lainnya.

Selain itu, kita perlu mengidentifikasi nama-nama keserupaan, seperti al-Jamal (Maha Indah), al-Lathif (Maha Lembut), al-Rahman (Maha Kasih Sayang), al-'Afwu (Maha Pemaaf), al-Ghafur (Maha Pengampun), al-Halim (Maha Penyantun), al-Sabr (Maha Sabar), dan lainnya. Identifikasi semacam ini memiliki implikasi dalam kepribadian kita sebagai hamba dari adanya kedua sisi sifat Tuhan ini.

Pendekatan kita kepada Allah ada dua model yang saling berkontribusi. Pertama, dengan pendekatan fiqh, substansi yang menonjol dalam menyembah Allah SWT adalah ketakterjangkauan Tuhan. Sebab yang dikedepankan dalam fiqh adalah aspek jalâliyah (keagungan/ketakterbandingan) Tuhan, bukan aspek jamâliyah-Nya (keindahan/keserupaan).

Di antara imbas pendekatan fiqh bagi kita adalah takut kepada Allah. Jika ketakutan yang dominan, maka kita harus taat dan tunduk. Ini tidak salah, karena memang fiqh seperti itu.

Pendekatan kedua yaitu pendekatan tasawwuf. Yang ditekankan dalam tasawuf adalah bukan objek Tuhan sebagai sesuatu yang tak terjangkau (transendent) melainkan sebagai sesuatu yang dekat (immanent). Dengan demikian, yang terjadi kemudian adalah kecintaan kita kepada Allah. Dengan kedekatan ini, efek selanjutnya adalah kecintaan dan kepasrahan total kepada Allah SWT.

Kedua pendekatan ini dapat kita lakukan, karena banyak lorong menuju Allah. Orang yang menonjolkan aspek jamâliyah Tuhan dapat melakukan ketaatan dengan ketulusan dan kepasrahan secara otomatis. Sedangkan orang yang lebih mengedepankan aspek jalâliyah Tuhan melakukan ketaatan dengan keterpaksaan dan keberatan.

Orang yang telah mampu menekankan aspek jamâliyah Tuhan akan menjadikan ibadah sebagai rutinitas yang otomatis, bagaikan matahari dan rembulan yang berjalan tepat waktu tanpa berkurang atau lebih.

Yang terbaik tentunya ialah kombinasi kedua model pendekatan itu dan model ini banyak dilakukan oleh para sufi. Lihat misalnya Al-Gazali di dalam kitab monumentalnya, Ihya 'Ulum al-Din. Ketika ia menjelaskan Rukun Islam, ia membahasnya ke dalam dua aspek, yaitu aspek fikih (eksoterik) dan aspek sufistik (esoterik).Shalat, puasa, zakat, dan haji memiliki nuansa fisik lahiriyah dan nuansa batin.

Ibn 'Atha'illah melukiskannya dengan baik: "Barang siapa yang berfikih tanpa bertasawuf maka ia fasih, barang siapa yang bertasawuf tanpa berfikih maka ia zindiq, dan barang siapa yang menggabungkan keduanya maka ia mencapai hakekat". Wallahu A'lam.

Hari Keempat

.
0 comments

alhamdulillah
sekarang sudah hari keempat
tak terasa perjalanan puasa ini
semuanya seakan telah menjadi biasa
hanya tinggal emosi yang kadan tak terkendali
tinggal bisikkan hati yang kadang berkuasa
rasa letih lemah lelah dan lapar menjadi hilang
tapi rasa kesal dan amarah selalu menghinggapi
oh tuhan mengapa ini terjadi?

Tuesday, August 25, 2009

Pengaruh Makanan pada Perilaku

. Tuesday, August 25, 2009
0 comments

Setiap orang beriman diperintahkan Allah SWT untuk senantiasa mengonsumsimakanan yang halal dan baik (mengandung gizi dan vitamin yang cukup). Dua hal tadi--makanan halal danbaik-- di samping akan menyebabkan terjaganya kesehatan jasmani, juga akan semakin mendorong meningkatkan kualitas takwa dan syukur kepada Allah SWT.

Hal ini sebagaimana dinyatakan di dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 172,''Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.''

Sebaliknya, makanan yang haram, baik substansi maupun cara mendapatkannya,meskipun secara
lahiriyah mengandung gizi dan vitamin yang cukup, akan menumbuhkan perilaku yang buruk dan
merusak, baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya di dunia ini maupun di akhirat nanti.

Sabda Rasulullah SAW, ''Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram, maka neraka lebih utama baginya.''

Oleh karena itu yang memerlukan perhatian, pikiran, hati, dan keimanan adalah menentukan
cara mendapatkan makanan atau rezeki yang bersih dan halal itu. Misalnya tidak melalui penipuan, korupsi, membungakan uang, menerima suap, dan cara-cara batil lainnya. Apalagi mengambil harta negara yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat banyak. Wallahu a'lam.

Gelisah 2

.
0 comments

WORDPRESS.COM/ILUSTRASIResah dan gelisah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Setiap orang, siapapun ia, pernah diserang gelisah. Namun satu hal yang perlu diingat bahwa resah dan gelisah yang berkelanjutan sangat berbahaya. Orang yang gelisah akan diserang oleh rasa tidak percaya diri. Kecemasan dan kegelisahan memang dapat melanda siapa saja dari anak kecil sampai orang dewasa, baik rakyat biasa maupun sampai pemuka. Yang menimbulkan pertanyaan dalam hati kecil kita ''Kok orang beriman dapat mengalami kegelisahan? Orang beriman harus bisa mengendalikan dari berbagai macam perasaan takut berlebihan, apakah perasaan takut miskin, mati, tak mendapat jodoh, apakah takut sebentar lagi akan datang masa pensiunnya, yang dulu tanda tangannya berlaku dan berpengaruh setelah itu tidak lagi, dan berbagai jenis ketakutan yang tidak pada tempatnya.

Di sini kita jawab bahwa iman adalah suatu terminotif yang dipakai dalam Islam. Istilah psikologi iman itu dapat dikatakan sebagai sesuatu yang mampu mengintegrasikan pribadi seseorang sehingga ia tumbuh jadi manusia ''dewasa'' dan ''sehat'' nah itulah aqidah Islam sumber keimanan. Akan halnya kaitan dengan keimanan, bukan berarti orang yang beriman tidak merasakan kegelisahan, tapi (orang beriman itu) harus mampu mengatasi dan mengelola kegelisahan menjadi sesuatu yang positif. Seseorang sebelum menghadapi pensiun 10 tahun sebelumnya ia sudah membuat rencana, misalnya berwiraswasta, sehingga apabila datang masa pensiun ia mampu mengelola segala problemanya, bahkan tetap sukses. Orang yang benar-benar keimanannya kepada Allah segalanya mengarahkan kehidupannya sehari-hari kepada Allah seperti firman Allah swt ''Yang beriman dan tenteram hatinya lantaran ingat kepada Allah, ketahuilah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram (QS 13:28).

Mari kita mempelajari Islam dari sumber aslinya yaitu Alquran dan Sunah dengan sasaran marifah (mengenal) Allah, Islam, dan Rasul. Memperkuat hubungan dengan Allah caranya, memperbanyak ibadah dan zikir. Setelah memperkukuh iman, jauhkan maksiat, hadapi segala masalah yang datang sebagai objek, jangan libatkan diri dalam masalah sehingga kita terlarut dalam persoalan dan merasa tak mampu mengatasi masalah. Sadarilah bahwa setiap masalah yang datang dapat kita hadapi, tentu saja dengan izin Allah seperti firmannya: ''Allah tidak akan membebani seseorang kecuali menurut kesanggupannya....'' (QS 2:286). Mari kita cari yang mengakibatkan munculnya kegelisahan, apakah sebab internal atau sebab eksternal. Jika sebab internal yang menjadi pangkal tentu kita harus memperbaiki diri, jika sebab eksternal kita harus berusaha menyesuaikan persoalan tersebut, kita harus mengidentifikasikan penyebab masalah. Yang kedua mengidentifikasikan kemampuan yang ada pada kita untuk mengatasi masalah tersebut dan terakkhir mencari bantuan untuk menyelesaikan masalah dan mengatasi penghambat selesainya suatu masalah. Lantas bagaimana masalah yang benar-benar tidak diatasi lagi? Tidak ada cara lain kecuali menerima keadaan yang sifatnya sabar dan tawakal kepada Allah!

Tuntunan Praktis Sakaratul Maut dan Tajhizul Mayyit (Bagian Pertama)

.
0 comments

Tuntunan parktis ini dimaksudkan sebagai pedoman mudah untuk menuntun seseorang yang sedang dalam keadaan sakit keras (sakaratul maut) dan tata cara pengurusan jenazah (tajhiz al-mayyit), mulai seseorang baru saja meninggal dunia sampai penyelesaian pemakamannya.

Tuntunan ini disadur dari beberapa kitab fikih, terutama kitab Al-Mughniy, karya Ibn Qudamah. Tuntunan ini juga merujuk kepada pengalaman praktis sejumlah ulama di beberapa tempat dan dalam beberapa kondisi.

Tuntunan praktis ini betujuan membantu keluarga yang sedang mendapatkan cobaan berupa adanya anggota keluarga yang sedang dalam keadaan sakaratul maut atau berpulang ke rahmatullah. Keluarga yang mendapatkan cobaan seperti ini disarankan tidak boleh panik, tetapi dianjurkan segera melakukan tuntunan secara sadar kepada, baik orang yang sedang dalam keadaan sakaratul maut maupun yang sudah meninggal dunia.

Tuntunan Sakaratul Maut

Berdasarkan tuntunan dari Rasulullah Saw, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, baik oleh anggota keluarga, pembesuk orang sakit, maupun orang yang sedang sakit. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menyabarkan orang sakit agar menerima kenyataan itu sebagai bagian dari takdir dan cobaan Tuhan. Tabah menjalani penyakit bagian dari ibadah dan berfungsi sebagai penghapus dosa masa lampau.
2. Jangan membayangkan sesuatu yang menakutkan kepada orang sakit, sebaliknya upayakan membangkitkan semangat, rasa optimis, dan kepasrahan (tawakkal) kepada Allah Swt.
3. Tuntunkan sebuah doa dari Rasulullah terhadap orang sakit sebagai berikut:
Allahumma ahyiniy ma kanatil hayatu khairan li, wa tawaffani idza kanatil wafatu khairan li.
Artinya: “Ya Allah, perpanjanglah hidupku jika itu lebih baik bagiku, dan ambillah aku jika itu lebih baik bagiku”.
4. Anggota keluarga dan para pelayat bisa membantu dengan doa sebagai berikut:
Allahumma ahyihi (ha) ma kanatil hayatu khairan lahu (laha), wa tawaffahu (ha) idza kanatil wafatu khairan lahu (laha).
Artinya: “Ya Allah, panjangkanlah hidupnya jika itu lebih baik baginya, dan ambillah jika itu lebih baik baginya”.
5. Doa lain yang dianjurkan dan diajarkan Rasulullah kepada para pembesuk terhadap orang sakit ialah:
Allahumma rabban nasi, mudzhibal basi, isyfi antasy syafi, syifa’an la yughadiru saqaman.
Artinya: “Ya Allah, Tuhan manusia, sembuhkanlah (dia), Engkaulah Zat Yang Maha Penyembuh, Penyembuh yang tidak menyisahkan (penyakit) kepada orang sakit”.
6. Ketika Rasulullah sedang sakit, Jibril membesuknya dan membaca :
Bismillahi arqika, min kulli syai’in yu’dzika, min syarri kulli nafsin wa ‘ainin hasidah, Alhahu yasyfika.
Artinya: “ Atas izin Allah saya mengupayakan kebaikan atasmu, dari segala sesuatu yang membuatmu tersiksa, dari keluhan setiap diri dan mata yang dilemahkan Allah, Allah menyembuhkanmu”.
7. Orang yang sudah dalam keadaan sakaratul maut, anggota keluarga atau pelayat menuntun orang sakit untuk membaca atau mengikuti dalam hati lafaz tahlil: La ilaha illal Lah, Muhammadur Rasulullah, berkali-kali, sampai orang sakit menghembuskan napas terakhir. Nabi bersabda: “Barangsiapa yang mengakhiri hidupnya dengan kalimat La ilaha illal Lah, maka yang bersangkutan akan masuk surga”.
8. Para pelayat lainnya dianjurkan membaca surah Yasin, untuk meringankan beban orang yang sedang zakaratul maut, sesuai anjuran Rasulullah Saw.

Tuntunan Tajhizul Mayit

Seseorang dinyatakan meninggal dunia jika sudah mengalami tanda-tanda antara lain sebagai berikut:
1. Denyut jantung sudah berhenti total.
2. Sebelumnya, bagi yang meninggal secara normal, biasanya diawali dengan rasa dingin ujung jari-jari kaki, kemudian berangsur-angsur naik ke bagian atas anggota badan.
3. Biasanya dada mulai kedengaran bunyi sesak napas, lalu disusul dengan bunyi di tenggorokan.
4. Biasanya yang bersangkutan mengambil dan membuang napas dari mulut.
5. Kemudian perlahan-lahan pandangan matanya menengok ke atas. Umumnya orang yang akan meninggal matanya menengadah ke atas, seperti kata Rasulullah: “Sesungguhnya apabila roh seseorang dicabut, maka tatapan matanya akan menyertainya”.
6. Bisa juga, dan lebih baik, jika pemberitaan kematian itu dinyatakan oleh dokter.

Catatan: Euthanasia, yakni melakukan upaya sadar untuk mempercepat proses kematian seseorang, masih menjadi kontroversi di kalangan ulama. Euthanasia ada dua macam, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif.

Euthanasia aktif, yakni melakukan upaya aktif untuk mempercepat proses kematian seseorang, seperti tindakan seseorang dokter yang memberikan suntikan melebihi dosis kepada pasien, meskipun menurutnya sudah tidak ada harapan lagi untuk hidup. Umumnya para ulama mengharamkan euthanasia aktif, bahkan di antara mereka ada yang menganggapnya sebagai pembunuh yang dapat dikenakan ancaman pembunuhan bagi yang melakukannya.

Euthanasia pasif, yakni tindakan sadar untuk tidak melakukan upaya dan pertolongan maksimal lebih lanjut terhadap seorang pasien yang dinyatakan sudah mati suri dan tidak akan ada lagi harapan untuk hidup menurut kesimpulan tim dokter. Euthanasia seperti ini umumnya para ulama menganggaap wajar dan boleh. Akan tetapi, kita harus hati-hati terhadap penghentian mekanisme kerja alat-alat berat yang menolong pernapasan si penderita, bisa saja dianggap eutanasia aktif, jika si pasien masih ada kemungkinan untuk mempertahankan hidup.

Jika seseorang sudah dinyatakan telah meninggal, maka hal-hal yang segera harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Anggota keluarga dan pelayat dianjurkan Rasulullah membaca ayat 83 dari surah Yasin: Fasubhanal ladzi bi yadihi malakutu kulli syai’in wa ilaihi turja’un.
2. Orang lain yang mendengarkan berita kematian ini dianjurkan membaca: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
3. Setelah itu, mayat segera ditutup rapat kelopak mata dan mulutnya, sambil membaca: Bismillahi wa ’ala wafati ……(nama yang meninggal disebutkan). Misalnya: Bismillahi wa ‘ala wafati Muhammad. Para pelayat dianjurkan mendoakan yang meninggal, seperti diajarkan Rasulullah:
Allahummaghfir ………(sebut nama orang yang meninggal), warfa’ darajatahu (ha) fil mahdiyyin al-muqarrabin, wakhlufhu (ha) fi ‘aqibihi fil ghairin, waghfir lana walahu (ha) ya Rabbal ‘alamin.
Catatan: Sebut hu kalau laki-laki dan ha untuk perempuan.
4. Setelah itu, kedua kakinya dirapatkan dan kedua tangannya dilipat menyerupai lipatan tangan orang sedang shalat, tangan kiri di bagian dalam dan tangan kanan di bagian luar.
5. Biasanya sulit untuk menutup mata, menutup mulut, melipat tangan, dan merapatkan kaki, jika terlambat dan mayat sudah mengeras. Jika hal itu terjadi, biasanya dapat diatasi dengan menarik kedua ibu jari kaki si mayat sambil menutup mata dan mulutnya.
6. Kemudian, posisi tidurnya diubah menghadap ke kiblat, membentang seperti bentangan mayat di dalam kubur.
7. Mayat ditutupi seluruh anggota badannya dengan kain bersih.
8. Jika satu dan lain hal, mayat itu harus menunggu sesuatu, misalnya untuk diotopsi atau menunggu anggota keluarga dekat, atau hal-hal yang darurat lainnya, maka mayat harus diamankan dari segala sesuatu yang bisa mengganggu si mayat, misalnya kerumunan semut atau lalat. Bahkan sebaiknya diupayakan bahan-bahan tertentu yang bisa mempertahankan keutuhan dan kesegaran mayat.
9. Memberikan wewangian atau bahan-bahan lain yang bisa mencegah bau busuk dari mayat.


Rujukan
Hadis riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’I, Ibn Majah dan Ahmad Ibn Hanbal. Lihat dalam Ibn Qudamah, Al-Mughny, Juz III, Kairo: al-Thiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tauzi’ wa al-I’lan, 1987, h. 360.

Hijrah

.
0 comments

Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah atasnya “ (HR. Bukhari dan Muslim)

Berangkat dari sabda Rasulullah Saw seperti dalam hadits di atas, tentu sebagai mu’min akan senantiasa berusaha menjaga dirinya dari ucap, sikap dan perilaku yang menyimpang dari aturan dan hukum-Nya yang selanjutnya tetap istiqomah dalam meniti jalan menuju ridha Allah.

Berbicara tentang “Hijrah” dalam konteks kekinian, layaklah kiranya kita simak dan renungkan seruan Allah SWT yang tertuju kepada Rasulullah Saw yang hakikatnya tertuju pula kepada kita sebagai pengikutnya. Seruan Allah SWT lewat firman-Nya: “Ya ayyuhal muddatstsir, qum fa andzir, wa rabbaka fa kabbir, wa tsiyaabaka fa thahhir, war rujza fahjur, wa laa tamnun tastaktsir, wa li rabbika fash bir” (QS. Al Muddatstsir, 74:1-7)

Kalau kita membaca risalah turunnya wahyu, tidak lama setelah turunnya ayat “Nubuwah” (lima ayat pertama dalam Surat Al ‘Alaq) yang secara resmi menobatkan Muhammad sebagai Nabi Allah. Maka, tidak lama kemudian disusul dengan turunnya “tujuh” ayat pertama Surat Al Muddatstsir, yang secara resmi mengangkat Muhammad sebagai Rasul Allah, pengemban risalah melalui “tujuh” ayat risalah tersebut.

Inilah awal diri Rasulullah Saw berfungsi sebagai Rasul Allah, membawa risalah Allah SWT untuk “mengislamkan” manusia yang saat itu dalam kondisi “Jahiliyyah”. Firman-Nya diawali, “Ya ayyuhal muddatstsir” (Wahai orang yang berselimut). Kalau kita baca dalam “Asbabul Nuzul” ayat ini diriwayatkan, Rasulullah Saw pada waktu itu sedang berselimut. Saat itu Beliau memohon kepada istrinya, Khadijah Ra. untuk menyelimuti tubuh Beliau setelah menerima wahyu “lima” ayat pertama dalam Surat Al ‘Alaq di Gua Hira yang pulang ke rumah kondisi badannya menggigil.

Tetapi para ahli tafsir tidak ingin berhenti hanya pada pengertian “harfiah”nya dari kata “selimut”, yang arti “harfiah”nya adalah, orang yang berselimut atau mempergunakan selimut untuk menghangatkan badanya sendiri. Sehingga para ahli tafsir mengartikan “selimut” dengan arti “maknawi”, wahai orang yang menyelimuti dirinya dengan tidak mau peduil dengan kondisi lingkungannya. Karena orang yang berselimut identik dengan tanda-tanda orang yang terkesan hanya mementingkan dirinya sendiri, tidak mau peduli terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya.

Bukankah Rasulullah Saw pergi ke Gua Hira itu hanya ingin mendapatkan petunjuk dari Allah SWT tentang bagaimana membimbing ummat manusia yang sudah sangat sesat pada waktu itu. Kenapa setelah beliau mendapat wahyu malah menyelimuti dirinya ? Konteksnya kemudian Allah SWT berfirman, “Qum” (bangkitlah,bangunlah), lemparkan selimut ketidakpedulianmu itu. Persoalan ummat tidak akan selesai hanya dengan menyelimuti diri, seakan-akan kita hanya ingin menyelamatkan diri kita masing-masing lalu kita tidak mau peduli dengan apa yang terjadi di lingkungan kita.

Bangkit atau bangun tidak sekadar bangkit. Lalu apa yang harus dilakukan ? Tugas yang harus dilakukan adalah, “fa andzir” (memberi pertingatan). Lemparkan “selimut ketidakpedulian”, segeralah bangkit dan laksanakan tugas untuk memberikan peringatan agar mereka yang sesat segera meninggalkan jalan sesat kehidupan mereka, yang lalai agar cepat sadar atas kelalaiannya. Tidak dibenarkan sama sekali kita menyelimuti diri dengan tidak mau peduli atas kondisi yang terjadi di sekitar kita. Tetapi kita harus siap bangkit dan segera memberikan peringatan kepada masyarakat yang berada dalam jangkauan kemampuan kita. Karena tugas dakwah “bukan hanya” tugas para da’i, ulama atau kiai saja, melainkan merupakan tugas setiap orang muslim. Salah satu keterlambatan dakwah Islam selama ini adalah kemungkinan kesalahan persepsi atas tugas dakwah ini yang seolah-olah tugas dakwah hanya tugasnya para da’i, ‘ulama atau para kiai saja.

Tugas setiap orang mu’min atau muslim tidak hanya sekadar bisa menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi harus “saling mengingatkan” dalam kebenaran. Maka digunakanlah bahasa, “wa tawaashau”, bukan “taushiyah”. Makna kata “taushiyah” adalah nasihat dari satu fihak kepada fihak yang lain, tapi kalau “tawaashau” sifatnya adalah “saling menasihati”. Karena perlu disadari bahwa semua manusia sangat berpotensi untuk berbuat kesalahan atau lalai.

Pada umumnya, nasihat orangtua kepada anaknya, guru kepada muridnya, pimpinan kepada bawahannya, ‘ulama kepada ummatnya. Namun orangtua, guru, pimpinan atau ‘ulama itu semua adalah manusia yang sangat mungkin berbuat salah. Oleh karena itu di dalam Islam anak harus siap dengan santun mengingatkan orangtua yang berbuat kesalahan, demikian pula murid kepada gurunya, bawahan kepada pimpinannya atau ummat kepada ‘ulamanya. Kalau ada ‘ulama keliru atau berprinsip salah dan pernyataannya “sangat menyesatkan”, maka ummat pun “harus berani” segera mengingatkannya. Jangan dia dibiarkan dalam kesesatannya karena akan membawa akibat penyesatan terhadapo ummat yang lebih luas lagi.

Hal inilah yang selama ini terkesan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Semua harus kita benahi dengan kita mau bangkit memberi peringatan. Maka dari itu, “amar ma’ruf nahyi munkar” ini adalah kewajiban setiap orang mu’min (QS. Ali Imran, 3 : 104 & 110). Ini pula seperti apa yang dianjurkan oleh Rasulullah Saw, “Sampaikan oleh kalian apa yang telah kalian terima dariku walaupun hanya satu ayat”.

Lalu apa yang harus kita dakwahkan ? Paling tidak, ada “Lima” konsep dakwah yang harus ditempuh. Konsep Pertama, kita simak lanjutan ayatnya, “wa rabbaka fa kabbir” (Allah Tuhanmu itu Akbar-kan). Yang harus kita dakwahkan kepada masyarakat adalah menyadarkan atau mengajak ummat sehingga mereka hanya mau meng-“Akbar”-kan Allah dalam semua aspek kehidupannya. Tidak ada yang “Akbar” kecuali Allah. “Allahu Akbar” dari segi Dzat juga dalam sisi aturan dan hukum-Nya. Dan, kalau kita sudah menyatakan bahwa “Allahu Akbar”, maka semua selain Allah tidaklah ada yang Akbar. Baik hawa nafsu maupun akal kita itu kecil. Alam jagad raya ini dengan segala isinya semuanya kecil di hadapan-Nya. Oleh karena itu semua harus tunduk kepada Allah yang Akbar.

Konsep Kedua, “Wa tsiyaabaka fa thahhir” (Bersihkanlah pakaianmu). Kita harus sudah mulai mengupayakan mensucikan pakaian lahir terutama bathin kita. Membersihkan diri kita dari dosa dan kemaksiatan. Kita mulai mau membersihkan mental atau akhlak-akhlak yang kotor dari kehidupan masyarakat.

Sedangkan konsep Ketiga, “war rujza fah jur” (segala perbuatan dosa dan maksiat itu harus segera dijauhi). Kalau kita perhatikan bahasa Al Qur’an selalu menggunakan kata “jauhi” atau “jangan dekati” bila berbicara tentang larangan (QS. Al Baqarah, 2 : 35; Al A’raaf, 7:19, Al An’aam, 6:151-152; Al Israa’,17:34). Larangan-larangan semacam ini dimaksudkan untuk mendidik manusia agar tidak melakukan pelanggaran. Selain itu memberikan pendidikan pula kepada manusia bahwa semua sarana dan prasarana yang bisa menimbulkan kemaksiatan pun terkena larangannya.

Konsep Keempat, “Wa laa tamnun tastaktsir” (Dan janganlah kamu memberi dengan maksud ingin memperoleh balasan yang banyak). Karena tugas dakwah ini adalah tugas yang mesti didasari ikhlas semata-mata karena Allah, maka janganlah kita senantiasa berharap imbalan yang lebih banyak dari apa yang telah kita lakukan. Bukan berarti manusia tidak boleh memetik hasil dari jerih payah perjuangannya, tetapi tetap harus sewajarnya saja kita layak berharap.

Adapun konsep dakwah Kelima, “Wa li rabbika fash bir” (Maka bersabarlah (taat) bagi Tuhanmu). Oleh karena tugas dakwah ini adalah tugas yang tidak ringan, maka tentunya sangat diperlukan kesabaran dan ketahanan diri kita untuk tetap istiqomah dalam medan perjuangan. Kita mesti tanamkan dalam diri kita sebuah kesabaran, karena tidak mustahil kita akan berhadapan dengan orang-orang yang sangat terusik dengan dakwah kita.

Ini semua risiko yang mesti kita hadapi bukan malah kita lari meninggalkannya. Tidaklah pantas bila kondisi “medan dakwah” telah mengundang kita untuk terjun langsung dalam kancah perjuangan, lantas tiba-tiba kita lari meninggalkannya. Kita sadari, sungguh tidaklah mudah kita mengajak orang untuk senantiasa meng-“Akbar”-kan Allah dalam setiap aspek kehidupannnya. Tidaklah ringan kita memberikan teladan tentang kebersihan lahir terutama bathin kita sehingga tatanan kehidupan masyarakat kita bisa bersih dari yang munkar.

Tidak gampang pula kita memberikan arahan kepada orang untuk senantiasa mau menjauhi atau tidak mendekati perbuatan dosa, apalagi terhadap orang yang selama ini hidupnya telah bergelimang dengan dosa dan maksiat sehingga dosa dan kemaksiatan yang dilakukannya telah dianggap bukanlah dosa lagi.

Walaupun terlihat betapa beratnya “medan dakwah” kita, tentunya harus tetap kita jalani dengan hanya semata-mata didasari keikhlasan untuk mencapai ridha Allah. Kesabaran dan ketahanan diri serta istiqomah dalam “medan dakwah” inilah memang menjadi syarat penting dari semua ini.

Semoga kita semua dapat meng-“hijrah”-kan diri kita dari hal-hal yang dapat mengundang murka-Nya ke arah jalan yang lurus menuju ridha Allah SWT.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Virus-Virus Akidah

.
0 comments

“Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon buruk yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun” (QS. Ibrahim, 14;24-26)

Para “Mufasir” (Ahli Tafsir) sepakat bahwasanya akar pohon yang ditamsilkan dengan Kalimah Thoyyibah adalah kalimat Tauhid, “Laa ilaaha illallah”. Artinya, seorang yang dalam hidupnya tidak berakar kepada prinsip akidah “laa ilaaha illallah”, tidak ubahnya pohon yang tidak berakar, atau akarnya sudah terangkat dari dasar tanah. Pohon seperti itu jangankan berbuah sehingga bermaslahat terutama bagi mereka yang hidup di sekitar pohon tersebut, bahkan untuk bertahan hidup saja mustahil. Pada ayat lain, Allah SWT menggambarkan orang-orang yang tidak beriman (kafir) adalah, “Mereka orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”(QS. Al Kahfi, 18:104).

Dalam berbagai hadits, Rasulullah Saw menyatakan bahwasanya kalimat Tauhid, “laa ilaaha illallah” itu tiket seseorang untuk masuk surga sekaligus membebaskannya dari ancaman keabadian di Neraka Jahannam. Akar akidah inilah yang selama ini coba digerogoti oleh segelintir orang di negeri ini, ironisnya mereka mempergunakan nama Islam atau atribut-atribut Islam, yang tentunya dimaksudkan agar lebih memudahkan tercapainya tujuan mereka menyesatkan sesuatu yang termahal bagi kehidupan mu’min, yakni akidah.

Berbagai macam virus yang telah menjangkiti akidah sebagian ummat terutama mereka yang tidak memiliki akar akidah yang kokoh, di antaranya virus yang cukup berbahaya bagi ummat, khususnya generasi muda adalah virus yang popular dengan sebutan “Sepilis’ (Sekularisme, Plurarisme dan Liberalisme) karena di samping metoda pendekatan mereka yang banyak bermain dengan logika, juga karena beberapa tokohnya sudah “kadung’ dikenal di masayarakat sebagai “Cendekiawan Muslim” dan atau ulama/kiai.

Virus sekularisme telah lama menjangkiti dan menggerogoti akidah sebagian ummat di negeri yang “konon” mayoritas muslim. Terbukti tidak sedikit di antara para ulama dan tokoh-tokoh Islam yang sudah tidak merasa terancam keislamannya dengan dzalim dan fasik (QS. Al Ma-idah, 5 : 45,47) atau bahkan kufur (QS. Al Ma-idah,5:44) tatkala mereka tidak mempergunakan wewenang yang dimilikinya untuk menetapkan dan atau melaksanakan syariat Islam secara “Kaffah” (Integral) mencakup seluruh aspek hidup.

Sementara virus liberalisme yang dulu hanya milik Iblis, kini telah berhasil disebarkan Iblis kepada kelompok ini. Mereka dengan takabburnya menuhankan hawa nafsu (QS. Al Furqaan, 25:43; Al Jaasiiyah, 45:23) dan akal mereka dengan menolak bahkan melecehkan syariat Allah SWT yang tidak cocok dengan akal mereka. Benar dan salah adalah yang benar dan salah menurut akal. Dengan gegabahnya mereka nyatakan “Tuhan telah mati” karena Tuhan yang sesungguhnya adalah akal mereka. Kalaupun mereka masih meyakini dan menjalankan sebagian syariat, maka hanyalah sebatas ajaran agama yang selaras dan dapat dibenarkan akal mereka.

Sesuai dengan namanya, mereka benar-benar merasa memiliki kebebasan mutlak yang tidak boleh dibatasi siapa pun bahkan oleh Allah SWT. Ini tentu saja bertolak belakang dengan keimanan seorang muslim yang mengakui tidak ada kebebasan mutlak dimiliki manusia. Satu-satunya kebebasan yang dianugerahkan Allah SWT sebagai Al Khalik kepada manusia sebagai makhluk hanyalah kebebasan memilih untuk beriman atau kafir (QS.Al Kahfi, 18 : 29).

Bila seseorang memilih mu’min, maka sudah tidak memiliki kebebasan lagi, karena yang bersangkutan sudah harus “Aslama – Islam” (tunduk, patuh, taat) terhadap syariat Allah SWT, dimengerti atau tidak dimengerti oleh akalnya. Sepanjang syariat itu ditetapkan dengan Nash yang Qath’i (Al Qur’an dan As Sunnah) yang tergolong ayat Muhkamat. Akal hanya diberi kebebasan berijtihad terhadap hal yang tidak ada Nash atau Nashnya “dzanni” (mengundang keraguan), “tsubuut” (hadits shoheh atau bukan) atau “dalaalahnya” (pengertiannya yang dapat mengundang berbagai interpretasi). Bila Iblis dinyatakan gugur keimanannya dan dilaknat Allah SWT karena dengan logika sesatnya mengkufuri “satu” aturan Allah SWT. Di negeri ini, tokoh kelompok ini malah diberi gelar Cendekiawan Mslim atau ulama.

Virus akidah lainnya yakni pluralisme terbilang sangat aneh bila dilihat dari prinsip dasar keyakinan akan hakikat kebenaran, Sungguh sulit diterima akal sehat bila dua atau tiga hal yang secara prinsip bukan hanya saja berbeda, bahkan sangat bertentangan, lalu dinyatakan kelompok ini semua benar dan selamat. Setiap orang yang memiliki keyakinan pasti akan sulit memahami pandangan seperti ini. Logika yang paling sederhana, bila seseorang meyakini suatu kebenaran maka pada saat yang sama ia akan meyakini sesat segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakininya,

Menurut kelompok ini, setiap amal sepanjang bermaslahat bagi orang lain, maka ia menjadi amal shaleh apa pun agama yang diyakininya. Padahal sebagaimana ditamsilkan dalam QS. Ibrahim ayat 24-25 tersebut di atas, bahwa hanya dengan akar yang benar (Kalimat Tauhid) pohon tersebut dahan dan rantingnya menjulang ke langit (Habluminallah) dan berbuah yang buahnya bisa dinikmati oleh masyarakat yang hidup di sekitar pohon tersebut (Hablumminannaas). Seperti halnya kaum liberalism, kelompok pluralisme juga menuhankan akal mereka. Mereka interpretasikan satu-dua ayat sekehendak mereka tanpa memperdulikan kaidah-kaidah tafsir dan tanpa mau peduli bila pandangan mereka nyata-nyata bertentangan dengan sekian puluh bahkan ratus ayat-ayat Al Qur’an lainnya yang menjelaskan tentang maksud ayat yang mereka artikan secara serampangan.

Ketiga virus ini memang baru menyesatkan segelintir ummat di Negeri ini. namun kehadirannya harus terus diwaspadai karena tidak mustahil bisa menjangkiti ummat yang lemah akidahnya.

Wallahu a’lam bish-shawab

Pakaian berkabung

.
0 comments

Nasrudin sedang berjalan di sepanjang jalan dengan mengenakan jubah berwarna biru tua ketika seseorang bertanya: "Mengapa engkau berpakaian seperti ini, Nasrudin? Apa ada yang meninggal?"

"Ya," kata sang Mullah, "Kan bisa saja terjadi kematian, tanpa kita diberi tahu."

Sedih

.
0 comments

"Huuu... huuuu..."
"Ada apa, Nasrudin?"
"Aku sedih sekali hari ini. Istriku sakit."
"Oh, aku kira, keledaimu yang sakit."
"Ya, memang betul. Tapi aku sedang melatih diriku agar terbiasa menghadapi kejutan dengan tahapan yang mudah dulu."

Siapa Yang Salah

.
0 comments

Suatu hari Nasrudin dari istrinya pulang dan mendapati rumah mereka telah dimasuki pencuri. Segala sesuatu yang berguna dibawa kabur sang pencuri,

"Ini semua salahmu." kata istrinya, "karena kamu selalu merasa yakin bahwa pintu rumah sudah terkunci sebelum kita pergi"

Para tetangga juga turut berkomentar: "Kamu sih tidak mengunci pintu-pintu," ujar seorang tetangga.

"Heran. Kenapa kamu tidak membayangkan apa yang bakal terjadi?" ujar yang lain. "Kunci-kunci ternyata sudah rusak dan kamu tidak menggantinya," kata orang ketiga.

"Sebentar," kata Nasrudin, "tentunya, aku bukan satu-satunya orang yang bisa kalian salahkan."

"Lalu, siapa yang harus kami salahkan kalau bukan engkau?" teriak orang-orang dengan gemas...

"Lho? Kok bukan para pencuri itu?" kata Nasrudin.

Sop Bebek

.
0 comments

Nasrudin memandang beberapa ekor bebek yang kelihatannya akan lezat bila dimasak. Mereka sedang bersenang-senang di sebuah kolam. Ketika Nasrudin mencoba menangkapnya, bebek-bebek itu terbang.

Setelah itu ia celupkan beberapa patong roti ke dalam air dan kemudian melahapnya. Beberapa orang yang lewat bertanya apa yang ia lakukan itu.

"Aku sedang makan sop bebek," jawab Nasrudin kalem.

Monday, August 24, 2009

Kue Keju

. Monday, August 24, 2009
0 comments

A. Bahan-Bahan Yang Diperlukan Untuk Membuat kue keju yang menggugah selera kita Yakni :

1. tepung ketan = 350 gr
2. telur ayam = 6 buah
3. keju parut = 250 gr
4. garam = secukupnya
5. minyak goreng = secukupnya

B. Panduan Cara Memasak kue keju Secara Bertahap Yaitu :

1. Campur telur, keju parut yang sudah diparut-parut dan garam secukupnya hingga campurannya rata.
2. Tepung ketan dimasukkan perlahan-lahan sambil diaduk-aduk hingga adonan siap dipulung.
3. Bentuk sedikit adonan menjadi dengan bentuk dan ukuran seperti telor gabus lalu masukkan ke dalam minyak goreng / migor yang tidak dipanaskan. Lakukan sampai adonan habis.
4. Masukkan ke dalam wajan dan panaskan dengan api kecil hingga minyak akan panas secara perlahan dan kue menjadi terapung.
5. goreng dan aduk-aduk sampai kering dan matang. Kue keju siap disajikan.

-----

Tambahan :
Resep kue keju dan semua resep dapur lainnya adalah halal. Dapatkan banyak resep masakan rahasia lainnya di situs Organisasi.Org ini secara gratis cuma-cuma hanya untuk anda. Gunakan fitur pencarian yang ada di situs ini untuk mencari resep kue-kue kering gratis lainnya seperti aneka sajian hidangan sayur, sambal, lauk-pauk, kue basah, kue kering, minuman, cemilan, dll. Anda juga dapat berpartisipasi mengirimkan resep anda ke situs ini. Selamat masak, makan dan menikmati kue keju.

Kue Lidah Kucing

.
0 comments

A. Bahan-Bahan Yang Diperlukan Untuk Membuat Kue Lidah Kucing Yakni :

1. tepung terigu = 300 gram
2. mentega = 300 gram
3. kismis (anggur kering) = 200 gram
4. gula halus = 250 gram
5. baking powder = 1 sendok teh
6. soda kue = setengah sendok teh
7. putih telur yang sudah dikocok kaku = 6 telur

B. Panduan Cara Memasak Kue Lidah Kucing Secara Bertahap Yaitu :

1. terigu, soda kue dan baking powder dicampur jadi satu lalu diayak
2. di sisi lain gula serbuk dan mentega dikocok-kocok sampai lembut
3. masukkan kocokan putih telur kaku lalu aduk lagi sampai rata
4. gabung kedua jenis adonan dengan memasukkan adonan terigu ke mentega sedikit demi sedikit
5. masukkan kismis kemudian diaduk lagi
6. adonan di masukkan ke semprotan kue
7. seprot ke loyang yang berlapis margarin sepanjang 4 cm
8. panggang di oven sampai matang dan kering

-----

Tambahan :
Resep Kue Lidah Kucing dan semua resep dapur lainnya adalah halal. Dapatkan banyak resep masakan rahasia lainnya di situs Organisasi.Org ini secara gratis cuma-cuma hanya untuk anda. Gunakan fitur pencarian yang ada di situs ini untuk mencari resep Kue Kering lainnya seperti aneka sajian hidangan sayur, sambal, lauk-pauk, kue basah, kue kering, minuman, cemilan, dll. Anda juga dapat berpartisipasi mengirimkan resep anda ke situs ini. Selamat masak, makan dan menikmati Kue Lidah Kucing.

Takhayul dan Mistik

.
0 comments

Dunia takhayyul dan mistik sepertinya masih enggan enyah juga dari kehidupan masyarakat kita yang konon mayoritas muslim. Bahkan akhir-akhir ini, sebagian media massa ada yang sangat getol menyiarkan acara-acara yang berbau kemusyrikan. Padahal, Rasulullah Saw. 15 abad yang lalu telah mengingatkan kita akan bahaya kemusyrikan, yang boleh jadi tidak disadari keberadaannya oleh seorang muslim, seperti tidak sadarnya seseorang akan keberadaan seekor semut hitam di atas batu hitam dalam ruangan gelap gulita di malam hari.

Takhayyul dan mistik seperti yang kita saksikan dalam kehidupan masyarakat, sudah bukan lagi seperti semut hitam, tapi sesuatu yang sudah sangat nyata. Kemusyrikan merupakan kedzaliman yang besar (Q.S. Luqmaan : 13) dan merupakan bentuk kesesatan yang sangat jauh (Q.S. An-Nisaa' : 116), dimana bila seseorang mati dalam kemusyrikan maka ia akan kekal di dalam Neraka, karena tidak akan memperoleh ampunan Allah SWT (Q.S. An-Nisaa' : 48) yang karenanya ia tidak akan pernah berjumpa dengan Allah SWT (Q.S. Al-Kahfi : 110).

Berbagai bentuk takhayyul dan mistik yang nyata-nyata beraroma kemusyrikan di antaranya :

- Beribadah kepada selain Allah SWT dengan melakukan kegiatan ritual yang tidak pernah dicontohkan Rasulullah Saw, seperti, bertapa, puasa mutih, mati geni, dan lain sebagainya.

- Menyembelih hewan dan mempersembahkannya kepada selain Allah SWT.

- Mendatangi kuburan para wali dan orang-orang saleh atau tempat-tempat yang dikeramatkan, lalu meminta dan berdoa kepada arwah orang yang telah tiada untuk memberkahi hidupnya.

- Meyakini bahwa pada benda-benda tertentu, seperti, keris, batu permata, jimat, isim atau benda-benda lain dapat memberikan manfaat memanjangkan umur, memperoleh rezeki, jabatan, jodoh dan lain sebagainya.

- Meyakini nasib manusia ditentukan oleh bintang dengan ramalan-ramalannya, dan bahwasanya ada hari baik dan hari sial.

- Percaya kepada tukang ramal, dukun atau paranormal, bahwa mereka bisa memastikan apa yang akan terjadi dan menimpa kehidupan seseorang. Padahal, al-Qur'an dengan tegas menyatakan, bahwa tidak ada satu makhluk pun (malaikat, jin dan manusia) yang dapat memastikan apa yang akan terjadi di masa mendatang (Q.S. Luqman : 34).

- Meyakini orang-orang tertentu seperti dukun santet, memiliki kekuatan ghaib dapat mencelakakan seseorang. Padahal, jangankan manusia biasa, Rasulullah Saw saja tidak memiliki daya kemampuan untuk menimpakan mudharat atau memberi manfaat kepada orang lain, kecuali bila Allah SWT menghendakinya (Q.S. Al-A'raaf : 188).

Semoga kita dapat meningkatkan keimanan dan menjauhi segala bentuk khurafat dan mistik yang dapat menjerumuskan seseorang ke lembah kemusyrikan.

Wallahu a'lam bish-shawab

Dosa Yang Tak Terampuni

.
0 comments

Allah SWT tidak hanya Maha "Ghafuur" (pengampun) tapi juga Maha "Afuwwun" (penghapus) terhadap segala macam dosa (Q.S. Az-Zumar : 53) di mana bila Dia berkenan mengampuni dosa seseorang, maka dihapuslah seluruh dosa dari diri orang tersebut. Sehingga yang bersangkutan tak ubahnya orang yang tidak pernah berbuat dosa (Hadits).

Prinsip ini berlaku bagi segala jenis dosa, terkecuali, "kufur" dalam berbagai bentuknya, di antaranya "syirik", yang apabila seseorang sampai wafatnya tidak bertaubat, maka Allah SWT tidak akan pernah mengampuninya (Q.S. An Nisaa' : 48, 116) yang bersangkutan terancam abadi di Neraka Jahannam, sedetik pun tidak akan berjumpa dengan Allah SWT yang hanya berkenan menjumpai hamba-hamba-Nya yang ada si surga (Q.S. Al Kahfi : 110, Al Maa-idah, 72)

Yang dimaksud "syirik" di sini, tentu saja tidak sebatas menyekutukan Dzat Allah SWT semata, sebab apalah artinya bila Allah SWT di-Esa-kan dalam Dzat-Nya, tapi tidak di-Esa-kan dalam sifat, aturan dan hukum-hukum-Nya ? Umumnya orang-orang musyrik sejak zaman Nabi Nuh As sampai saat ini meyakini Allah SWT dari sisi "Tauhid Rububiyyah" (Esa-nya Allah sebagai pencipta, pemelihara dam pendidik) yang membuat mereka kemudian tergelincir ke dalam kemusyrikan adalah dari sisi "Tauhid Uluuhiyyah" (Esa-nya Allah sebagai Dzat satu-satunya yang berhak disembah dalam ibadah secara integral).

Firman Allah SWT : "Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, siapakah yang menciptakan langit dan bumi ?, niscaya mereka akan menjawab, semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui' (Q.S. Az Zukhruf : 9). "Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab : "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah) ?" (Q.S. Az Zukhruf : 87). Dengan kata lain, men-"Tauhid" (Esa) kan Allah SWT dalam pengabdian merupakan ujian terberat dalam mempertahankan dan mengembangkan fitrah iman dan Islam (Q.S. Al A'raaf : 172; Ar Ruum : 30). "Fitrah" dalam pengertian "suci" dari kekufuran dan kemusyrikan, dan dari segala dosa.

Ibadah yang dimaksud tentunya tidak sebatas ibadah “mahdhah” semata, tapi mencakup segala keterikatan dan keterkaitan hubungan antara manusia sebagai makhluk dengan Allah SWT sebagai Al Khalik seperti rasa cinta, takut, permohonan perlindungan, berdoa, bertawakkal, berharap, ruku, sujud, shalat, shaum, thawaf, berqurban, haji dan lain sebagainya. Termasuk syirik tentunya, yang berkeyakinan bahwa ada selain Allah SWT yang memiliki hak menetapkan aturan dan hukum. Menghalalkan yang diharamkan Allah SWT dan atau sebaliknya menetapkan undang-undang dan hukum, menghalalkan zina, riba, membuka 'aurat. Menetapkan hukum yang nyata-nyata bertentangan dengan hukum pidana Islam seperti potong tangan bagi pencuri, dera atau rajam bagi pezina, qishash bagi pembunuh dan sebagainya. Atau mengubah ketentuan-ketentuan syara' dalam masalah zakat, waris, nikah dan sebagainya (An Nisaa' : 61; Asy-Syuara : 21)

Setiap mu'min harus ekstra hati-hati dalam berprinsip, berucap, bersikap dan bertindak agar tidak terjerumus dalam kemusyrikan, Rasulullah Saw lebih jauh mengingatkan bahwa kemusyrikan tidak hanya hadir dalam bentuk yang eksplisit seperti dalam beberapa contoh tersebut di atas, tapi juga dalam bentuk sesuatu yang saking samarnya membuat seseorang tidak menyadari bila dirinya telah musyrik. Seperti tidak sadarnya seseorang bila di hadapannya terdapat seekor semut hitam karena semut itu berada di atas batu hitam dalam ruangan yang gelap pada malam hari (HR. Ahmad)

Memang benar, kecil kemungkinan ada seorang mu'min yang selain menyembah Allah SWT juga menyembah berhala dalam bentuk patung, misalnya, tapi kiranya masih ada orang yang mengaku mu'min mendatangi kuburan atau tempat-tempat yang dikeramatkan lalu mereka berdo'a dan meminta-minta berkah kepada arwah-arwah yang tentu saja, "laa haula walaa quwwata illa billah". Jangankan telah mati, ketika masih hidup sekalipun seseorang tidak bisa memberi manfaat atau mudharat kepada orang lain. Jangankan manusia biasa, bahkan Rasulullah Saw sebagai hamba Allah yang paling dekat dengan Allah SWT diperintahkan untuk mengingatkan ummatnya bahwa dirinya tidak memiliki kekuasaan sedikit pun untuk memberi manfaat atau mudharat tanpa izin Allah SWT (Q.S. Al A'raaf : 188).

Kendati Allah SWT sudah dengan tegas sekali menyatakan, tidak ada satu "Nafs (jiwa) pun, baik manusia, jin maupun malaikat yang dapat memastikan apa yang akan terjadi (Q.S. Luqman : 34). Kenyataan yang kita saksikan masih ada saja sementara orang yang mendatangi paranormal, dukun atau apalah namanya, lalu ia meyakini betul akan kebenaran ramalannya, padahal Rasulullah Saw sudah mengingatkan, “Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal atau paranormal, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, dan ia meyakini kebenaran ramalan sang dukun, maka sungguh ia telah kufur dengan (ajaran Islam) yang diturunkan kepada Muhammad (HR. Ahmad dan Al hakim). Paling tidak, ia telah mengkufuri Q.S. Luqman 34, dan kufur terhadap satu ayat Al Qur'an berakibat gugurnya keimanan secara keseluruhan, seperti gugurnya 80 ribu tahun keimanan Iblis hanya karena kufur terhadap satu perintah Allah SWT

Ironis memang, nilai-nilai kemusyrikan itu kini bahkan telah lama masuk ke dalam rumah-rumah kita lewat berbagai tayangan di televisi. Tayangan-tayangan tersebut tidak hanya saja menyesatkan akidah, tapi juga membodoh-bodohi ummat, menggiring para pemirsa untuk tidak lagi menggunakan akal sehat di dalam menghadapi realitas hidup dan kehidupan. Celakanya, tayangan-tayangan tersebut dikemas dengan memakai atribut-atribut Islam, sementara yang ditayangkan 180 derajat bertentangan dengan ajaran Islam dan nalar sehat. Semoga akhir hidup kita dapat terhindar dari dosa, terlebih lagi dengan dosa-dosa yang tidak terampuni.

Wallahu a'lam bish-shawab

Maskulin Feminin dalam Sifat-sifat Tuhan

.
0 comments

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah (Q.S.Al-Zariyat/51:49)

Ayat ini mengisyaratkan segala sesuatu selain Tuhan diciptakan berpasang-pasangan (za­ja³n). Bukan hanya manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan mempunyai pasangan, laki-laki dan perempuan atau jantan dan betina, tetapi juga makhluk-makhluk lain seperti makhluk kosmologis. Di balik konsep berpasang-pasangan (azwaj) ini ada dua kualitas yang bekerja secara aktif dan mekanik, yaitu kualitas kejantanan dan ketegaran (masculinnity/struggeling) dan kualitas kelembutan dan kepengasihan (femininity/nurturing).

Al-Qur'an sering kali menyebutkan fenomena kosmologi yang berpasang-pasangan, seperti langit dan bumi , siang dan malam dan musim dingin dan musim panas, dunia dan akhirat , syurga dan neraka , alam gaib dan alam nyata . Yang lebih istimewa pasangan-pasangan makrokosmos ini mempunyai jumlah yang sama di dalam Al-Qur'an, meskipun masa turunnya Al-Qur'an berlangsung sekitar 23 tahun.

Kemahaesaan Tuhan dapat difahami melalui kenyataan bahwa seluruh makhluk Tuhan diciptakan berpasang-pasangan dan hanya Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya Dia yang tidak butuh pasangan. Dia Yang Esa, baik dalam Esensi maupun dalam sifat. Karena itu, Tuhan tidak dapat diperbandingkan dengan segala sesuatu, "Tiada sesuatu yang menyerupai-Nya" (Q.S.Al-Syura/42:11).

Pada makhluk biologis, setiap pasangan mempunyai hubungan fungsional, laki-laki dan perempuan, jantan dan betina. Masing-masing pasangan mempunyai ketergantungan antara satu dengan yang lain. Demikian pula makhluk-makhluk alam lainnya. Untuk menyatakan adanya siang diperlukan adanya malam, sulit dimengerti adanya sinar terang tanpa adanya kegelapan. Musim dingin baru dapat dimengerti setelah adanya musim panas. Seseorang tidak akan pernah memahami secara mendalam arti sebuah kesehatan jika tidak pernah sakit. Pengecualian terjadi dalam hal Pencipta (Al-Khaliq) dan ciptaan-Nya (al-makhl­q). Makhluk sangat tergantung kepada Khaliqnya, tetapi tidak sebaliknya.

Tuhan tidak masuk dalam konsep azwaj, karena Tuhan adalah Maha Mandiri, sebaliknya seluruh makhluk-Nya tidak ada yang mandiri secara paripurna. Eksistensi setiap makhluk ditentukan oleh hubungan horizontalnya dengan pasangannya dan secara vertikal oleh khaliq-nya. Termasuk manusia dan binatang, keutuhannya terletak pada hubungan interaktifnya dengan pasangannya, laki-laki dan perempuan atau jantan dan betina.

Dalam dunia tasawuf, konsep azwaj dikaji lebih mendalam. Menurut Nasafi, Tuhan Yang Maha Mandiri di mana segala sesuatu tergantung kepada-Nya , dianggap sebagai Zat Yang Wajib Wujudnya sementara makhluk-Nya disebut zat yang munkin wujudnya , karena keberadaannya sangat tergantung kepada kehendak-Nya dan keutuhan dan kelestariannya sangat tergantung kepada interaksi pasangannya. Dicontohkan langit dan bumi; langit memberi atau melimpahkan (al-faidl) dan bumi menerima atau menampung (istifadlah/. Menurut Jalaluddin Rumi, langit adalah laki-laki dan bumi adalah perempuan. Hubungan antara keduanya sebagaimana layaknya hubungan antara laki-laki dan perempuan, atau menurut Murata hubungan antara keduanya dapat diterangkan melalui hubungan yang dan ying dalam Taoisme.

Ibn 'Arabi juga memberikan pernyataan yang hampir sama. Langit diumpamakan dengan suami dan bumi diumpamakan dengan isteri dalam kehidupan rumah tangga. Jika langit menurunkan airnya kepada bumi maka akan lahirlah berbagai makhluk biologis seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang. Demikian pula halnya manusia, penurunan air (sperma) kepada perempuan menyebabkan tumbuhnya janin dalam rahim dan selanjutnya lahir sebagai manusia.

Dan Allah menjadikan bumi bagaikan isteri dan langit bagaikan suami.Langit membeikan kepada bumi sebagian dari perintah yang diwahyukan Tuhan, sebagaimana laki-laki memberikan air ke dalam diri perempuan melalui "hubungan suami-isteri". Ketika pemberian itu berlangsung, bumi mengeluarkan seluruh tingkatan benda-benda yang dilahirkan yang disembunyikan Tuhan di dalamnya.

Konsep perkawinan dalam pandangan sufi lebih luas dari pada sekedar apa yang dirumuskan dalam Fikih Perkawinan , yaitu peraturan perkawinan dan akibat-akibat hukum sebuah perkawinan. Kalangan sufi mengenal Perkawinan Makrokosmos (Macrocosmic Marriage), meliputi perkawinan hubungan-hubungan tertentu antara benda atau sifat yang berpasangan, seperti hujan mengawini tanah.

Komposisi ideal kualitas maskulin-feminin tergambar di balik 99 nama-Nya dalam Al-Asma` al-Husna, sebagaimana dapat di lihat sebagai berikut:

Kualitas Maskulin
1. Al-Jabbar (Yang Maha Pemaksa)
2. Al-Qawiy (Yang Maha Kuat)
3. Al-Muntaqim (Y.M. Penyiksa)
4. Al-Qahhar (Y.M.Menguasai)

Kualitas Feminin
1. Al-Rahim (Yang Maha Penyayang)
2. Al-Lathif (Y.M.Lembut)
3. Al-Gaf­r (Y.M.Pengampun)
4. Al-Hakim (Y.M.Bijaksana)

Orang-orang yang mengidentifikasi diri dengan sifat-sifat maskulin Tuhan, akan didominasi rasa: aktif, progresif, kuasa, independen, jauh, dan dominan (struggeling). Sedangkan orang yang mengidentifikasi diri dengan sifat-sifat feminin Than akan didominasi rasa: pasrah, berserah diri, dekat, kasih dan pemelihara (nurturing).

Orang yang lebih menekankan aspek maskulinitas Tuhan, ia seringkali membayangkan Tuhan transenden, jauh, dan lebih memilih untuk menakuti-Nya. Sedangkan orang yang lebih menekankan aspek feminin Tuhan, ia membayangkan Tuhan immanen, dekat, dan lebih memilih untuk mencintai-Nya.

Sikap yang pertama akan memberikan efek seseorang harus hati-hati dalam berbuat, karena Tuhan itu Maha Adil (al-'Adl). Sedangkan yang kedua akan memberikan efek optimisme dalam menjalani kehidupan, karena Tuhan itu Maha Pemaaf (al-'Afuw).

Pendekatan pertama bisa melahirkan sikap formalisme beragama, karena membayangkan Tuhan itu Maha Penuh Perhitungan (al-Hasib). Sedangkan yang kedua bisa melahirkan sikap permissif dan seberono, karena membayangkan Tuhan Maha Penyayang (al-Rahman) dan Maha Pengampun (al-Gafur).

Yang ideal ialah seperti sabda Rasulullah: berakhlaklah sebagaimana akhlak Tuhan, yaitu kombinasi ideal antara kualitas maskulin dan kualitas feminin, seperti yang dicontohkan Rasulullah sebagai uswah al-Hasanah, yang "akhlaknya adalah Al-Qur'an".

Nama-nama indah Tuhan (al-asma` al-Husna) yang berjumlah 99 menurut hitungan ulama sunni, dapat dirangkai secara kronologis begitu indah ibarat seuntai tasbih. Dimulai dengan lafz al-jalalah, Allah, dengan angka 0 (nol), yang biasa dianggap angka kesempurnaan, disusul dengan al-Rahman (Yang Maha Pengasih), al-Rahim (Yang Maha Penyayang), dan seterusnya sampai ke angka 99, al-Shabr (Yang Maha Sabar) dan kembali lagi ke angka nol, Allah (lafz al-jalalah), atau kembali ke pembatas besar dalam untaian tasbih. Simbol angka nol berupa lingkaran atau titik, menggambarkan siklus kehidupan bagaikan sebuah cyrcle, bermula dan berakhir pada satu titik, atau menurut istilah Al-Qur`an: inna li Allah wa inna ilaih raji'un (kita berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya).

Dalam perspektif tasawuf, nama-nama indah Tuhan bukan hanya menunjukkan sifat-sifat Tuhan, tetapi juga menjadi titik masuk (entry point) untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada-Nya. Setiap orang dapat mengidentifikasikan diri dengan nama-nama tersebut. Seseorang yang pernah berlumuran dosa lalu sadar, dapat menghibur diri dan membangun rasa percaya diri dengan mengidentifikasi diri dengan nama al-Gafur (Maha Pengampun) dan al-Tawwab (Maha Penerima Taubat), sehingga yang bersangkutan tetap bisa eksis kembali dan tidak perlu kehilangan semangat hidup. Bukankah di antara 99 nama itu sifat-sifat kasih Tuhan lebih dominan?

Allah bukan hanya memiliki sifat-sifat maskulin ("The Father God"), tetapi juga memiliki, bahkan lebih dominan dengan sifat-sifat feminin ("The Mother God"). Ada kecenderungan di dalam masyarakat sifat-sifat maskulinitas Tuhan lebih ditonjolkan, seperti Tuhan Maha Besar (al-Kabir), Maha Perkasa (al-'Aziz), dan Maha Pembalas/Pendendam (al-Muntaqim), bukannya menonjolkan sifat-sifat femininitas-Nya, seperti Tuhan Maha Penyayang (al-Rahim), Maha Lembut (al-Lathif), dan Maha Pema'af (al-'Afuw), sehingga Tuhan lebih menonjol untuk ditakuti dari pada dicintai. Efek psikologis yang muncul karenanya, manusia menyembah dan sekaligus mengidealkan identifikasi diri dengan "The Father God", yang mengambil ciri dominan, kuasa, jauh, dan struggeling, bukannya dengan "The Mother God", yang mengabil ciri berserahdiri, kasih, dekat, dan nurturing. Idealnya, komposisi kualitas maskulin dan feminin menyatu di dalam diri manusia, sebagaimana halnya keutuhan kedua kualitas itu menyatu di dalam Diri Tuhan, seperti tercermin di dalam al-asma` al-Husna, dan sebagaimana juga dipraktekkan Rasulullah saw.

Allah swt, adalah Tuhan segala sesuatu, Tuhan makrokosmos dan mikrokosmos. Manusia sebagai makhluk mikrokosmos merupakan bagian yang teramat kecil di antara seluruh makhluk ciptaan Tuhan. Ia bagaikan setitik air di tengah samudra. Bumi tempat ia hidup bagaikan sebuah titik di antara jutaan planet dalam galaksi bimasakti. Meskipun dipercaya oleh Tuhan sebagai khalifah di bumi (khala`if al-ardl), manusia tidak sepantasnya mengklaim Allah swt, lebih menonjol sebagai Tuhan manusia dari pada Tuhan makrokosmos, karena pemahaman yang demikian dapat memicu egosentrisme manusia untuk menaklukkan, menguasai, dan mengekploitasi alam raya sampai di luar amban daya dukungnya; bukannya bersahabat dan berdamai sebagai sesama makhluk dan hamba Tuhan. Sepantasnya kita menyadari bahwa konsep al-asma` al-Husna adalah konsep alam semesta. Tuhan tidak hanya memperhatikan kepentingan manusia, atau Tuhan tidak hanya kepada manusia, sebagaimana kesan dan pemahaman sebagian orang terhadap konsep penundukan alam raya (taskhir) kepada manusia. Seolah-olah konsep taskhir adalah "SIM" untuk menaklukkan alam semesta. Padahal, konsep taskh³r sebenarnya bertujuan untuk merealisasikan eksistensi asal segala sesuatu itu bersumber dari Tuhan Yang Maha Bijaksana (al-Hakim), yang mengacu kepada keseimbangan kosmis dan ekosistem.

Manusia yang paling berkualitas di mata Allah swt ialah yang paling bertaqwa (Q.S. Al-Hujurat/49:13), yaitu "orang-orang yang menafkahkan (hartanya), naik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) oraang" (Q.S.Ali 'Imran/3:133). Dari ayat ini difahami bahwa kualitas sejati di sisih Allah swt ialah orang-orang yang mengaktifkan komposisi kualitas maskulin dan feminin. Sikap seperti inilah yang akan melahirkan kesejukan, ketenangan, dan kedamaian di dalam masyarakat.

Dalam menyukseskan kedua misi manusia di bumi, yaitu sebagai khalifah dan sebagai hamba ('abid), komposisi kedua sifat ini juga santa penting. Kualitas maskulin sangat membantu manusia dalam menjalankan misinya sebagai khalifah dan kualitas feminin sangat membantu manusia dalam menjalankan misinya sebagai abid. Namun, separasi ini tidak berarti pemisahan secara total, karena misi kekhalifahan hanya dijalankan dengan kualitas maskulin, maka kemungkinan besar yang akan terjadi ialah disrupsi dan kerusakan lingkungan alam dan lingkungan sosial, serta ketimpangan ekologis. Sebaliknya, mengeliminir kualitas maskulin dalam menjalankan misi manusia sebagai 'abid, maka kemungkinan besar yang akan terjadi adalah fatalisme keagamaan, yakni kesalehan individual yang tidak membawa dampak ke dalam kehidupan sosial.

Idealnya, jika komposisi kedua kualitas ini menyatu dalam diri setiap orang, maka yang akan terjadi adalah kedamaian kosmopolit (rahmatan li al-'alam³n) di tingkat makrokosmos dan negeri tenteram di bawah lindungan Tuhan (baldah Thayyibah wa Rab al-Gafur) di tingkat mikrokosmos.

IQ,EQ dan SQ dalam Al-Qur'an

.
0 comments

Asumsi manusia sebagai homo sapiens atau al-hayaw±n al-n±thiq (spesies yang berfikir) ternyata dianggap keliru. Visi baru para ilmuan menemukan bukti porsi intelektualitas manusia hanya merupakan bagian terkecil dari totalitas kecerdasan manusia. Kalangan ilmuan menemukan tiga bentuk kecerdasan dalam diri manusia, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ).

IQ ialah kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas akal yang berpusat di otak, EQ ialah kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas emosional yang berpusat di dalam jiwa, dan SQ ialah kecerdasan yang diperoleh melalui kreatifitas rohani yang mengambil lokus di sekitar wilayah roh.

Ketiga aktifitas kreatif di atas mengingatkan kita kepada tiga konsep struktur kepribadian Sigmund Freud (1856-1939), yaitu id, ego, dan superego. Id adalah pembawaan sifat-sifat fisik-biologis seseorang sejak lahir. Id ini menjadi inspirator kedua struktur berikutnya. Ego, bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari Id. Ego berusaha mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan tuntutan objektif realitas sosial. Ego membantu seseorang keluar dari berbagai problem subyektif individual dan memelihara agar bertahan hidup (survival) dalam dunia realitas. Superego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian, berupaya mewujudkan kesempurnaan hidup, lebih dari sekedar mencari kesenangan dan kepuasan. Superego juga selalu mengingatkan dan mengontrol Ego untuk senantiasa menjalankan fungsi kontrolnya terhadap id.[1]

Meskipun tidak identik, IQ dapat dihubungkan dengan Id, Ego dapat dihubungkan dengan EQ, dan Superego dapat dihubungkan dengan SQ.

Pemilik IQ tinggi bukan jaminan untuk meraih kesuksesan. Seringkali ditemukan pemilik IQ tinggi tetapi gagal meraih sukses; sementara pemilik IQ pas-pasan meraih sukses luar biasa karena didukung oleh EQ. Mekanisme EQ tidak berdiri sendiri di dalam memberikan kontribusinya ke dalam diri manusia tetapi intensitas dan efektifitasnya sangat dipengaruhi oleh unsur kecerdasan ketiga (SQ).

SQ sulit sekali diperoleh tanpa kehadiran EQ, dan EQ tidak dapat diperoleh tanpa IQ. Sinergi ketiga kecerdasan ini biasanya disebut multiple intelligences yang bertujuan untuk melahirkan pribadi utuh (“al-insan al-kamilah). Untuk penyiapan SDM di masa depan, internalisasi ketiga bentuk kecerdasan ini tidak dapat ditawar lagi.

Di dalam Al-Qur’an, ketiga bentuk kecerdasan ini tidak dijelaskan secara terperinci. Namun, masih perlu dikaji lebih mendalam beberapa kata kunci yang berhubungan dengan ketiga pusat kecerdasan yang dihubungkan dengan ketiga substansi manusia, yaitu unsur jasad yang membutuhkan IQ, unsur nafsani yang membutuhkan EQ, dan unsur roh yang membutuhkan SP.

Substansi Manusia dalam Al-Qur’an
Substansi manusia dalam Al-Qur’an mempunyai tiga unsur, yaitu unsur jasmani, unsur nafsani, dan unsur rohani. Keterangan seperti ini dapat difahami di dalam beberapa ayat, antara lain Q.S. al-Mu'min­n/23:12-14 sebagai berikut:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah (12). Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (13). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta Yang Paling Baik (14).

Kata dalam ayat ini menurut para mufassir dimaksudkan sebagai unsur rohani setelah unsur jasad dan nyawa (nafs±ni). Hal ini sesuai dengan riwayat Ibn Abbas yang menafsirkan kata dengan (penciptaan roh ke dalam diri Adam)[2] Unsur ketiga ini kemudian disebut unsur ruhani, atau lahut atau malakut. yang menjadikan manusia berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Unsur ketiga ini merupakan proses terakhir dan sekaligus merupakan penyempurnaan substansi manusia sebagaimana ditegaskan di dalam beberapa ayat, seperti dalam Q.S. al-Hijr/15:28-29:


Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kalian kepadanya dengan bersujud.

Setelah penciptaan unsur ketiga ini selesai maka para makhluk lain termasuk para malaikat dan jin bersujud kepadanya dan alam raya pun ditundukkan (taskhir) kepada Adam. Unsur ketiga ini pulalah yang mendukung kapasitas mamnusia sebagai khalifah (representatif) Tuhan di bumi (Q.S. al-An‘am/6:165) di samping sebagai hamba (Q.S. al-zariyat/51:56).

Meskipun memiliki unsur ketiga, manusia akan tetap menjadi satu-satunya makhluk eksistensialis, karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan. Sekalipun manusia ciptaan terbaik (ahsan taqwim/Q.S. al-Tin/95:4), ia tidak mustahil akan turun ke derajat "paling rendah" (asfala safilin/Q.S. al-Tin/95:5), bahkan bisa lebih rendah daripada binatang (Q.S. al-A‘raf/7:179). Eksistensi kesempurnaan manusia dapat dicapai manakala ia mampu mensinergikan secara seimbang potensi kecerdasan yang dimilikinya, yaitu kecerdasan unsur jasad (IQ), kecerdasan nafsani (EQ), dan kecerdasan ruhani (SQ).

Kecerdasan Intelektual (IQ)
Inti kecerdasan intelektual ialah aktifitas otak. Otak adalah organ luar biasa dalam diri kita. Beratnya hanya sekitar 1,5 Kg atau kurang lebih 5 % dari total berat badan kita. Namun demikian, benda kecil ini mengkonsumsi lebih dari 30 persen seluruh cadangan kalori yang tersimpan di dalam tubuh. Otak memiliki 10 sampai 15 triliun sel saraf dan masing-masing sel saraf mempunyai ribuan sambungan. Otak satu-satunya organ yang terus berkembang sepanjang itu terus diaktifkan. Kapasitas memori otak yang sebanyak itu hanya digunakan sekitar 4-5 % dan untuk orang jenius memakainya 5-6 %. Sampai sekarang para ilmuan belum memahami penggunaan sisa memori sekitar 94 %.

Otak dapat dibagi menjadi otak kiri dan otak kanan. Otak kiri memiliki fungsi analisis dan otak kanan memiliki fungsi kreatif. Meskipun masih banyak ditentang, kalangan imuan mengidentifikasi otak kiri sebagai orak feminin dan otak kanan sebagai otak maskulin. Walaupun terpisah tetapi keduanya saling berhubungan secara fungsional. Kelainan akan terjadi manakala hubungan fungsional itu terganggu.

Wilayah aktifitas otak juga dapat dibedakan antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Wilayah pikiran sadar hanya sekitar 12 % dan selebihnya (88%) adalah wilayah pikiran bawah sadar. Di antara kedua wilayah ini, ada garis pemisah yang disebut Reticular Activating System (RAT), yang berfungsi untuk menyaring informasi tidak perlu atau berlebihan supaya kita tetap bisa waras. Di wilayah bawah sadar tersimpan semua ingatan dan kebiasaan, kepribadian dan citra diri kita.

Di dalam sistem otak kita ada suatu bagian yang disebut limbik (otak kecil), terletak di bawah tulang tengkorak di atas tulang belakang. Otak kecil ini ditemukan oleh para ilmuan memiliki tiga fungsi, yaitu mengontrol emosi, mengontrol seksualitas, dan mengontrol pusat-pusat kenikmatan.

Dari sini difahami bahwa otak dan emosi memiliki hubungan yang fungsional yang saling menentukan antara satu dan lainnya. Penelitian Rappaport di tahun 1970-an menyimpulkan bahwa emosi tidak hanya diperlukan dalam penciptaan ingatan, tetapi emosi adalah dasar dari pengaturan memori. Orang tidak akan pernah mencapai kesuksesan dalam bidang apapun kecuali mereka senang menggeluti bidang itu. Jadi untuk mengoptimalkan kecerdasan intelektual yang biasa disebut dengan accelerated learning, tidak dapat dicapai tanpa bantuan aktifitas emosional yang positif.[3]

Di dalam Al-Qur’an, kecerdasan intelektual dapat dihubungkan dengan beberapa kata kunci seperti kata??? (saecara harfiah berarti mengikat) yang terulang sebanyak 49 kali dan tidak pernah digunakan dalam bentuk kata benda (ism) tetapi hanya digunakan dalam bentuk kata kerja (fi’il), yaitu bentuk fi’il madli sekali dan bentuk fi’il mudlari’ 48 kali. Penggunaan kata ‘aql dalam ayat-ayat tersebut pada umumnya digunakan untuk menganalisis fenomena hukum alam (seperti Q.S. al-Baqarah/2:164) dan hukum-hukum perubahan sosial (seperti Q.S. al-‘Ankab­t/29:43).

Selain kata ‘aql juga dapat dihubungkan dengan predikat orang-orang yang mempunyai kecerdasan intelektual seperti kata (orang-orang yang mempunyai pikiran) yang terulang sebanyak 16 kali. Seorang yang mencapai predikat ul­ al-bab belum tentu memiliki kecerdasan emosional atau kecerdasan spiritual, karena masih ditemukan beberapa ayat yang menyerukan kepada kaum ul­ al-bab untuk bertakwa kepada Allah Swt (Q.S.al-Maidah/5:100 dan S. al-Thalaq/65:10). Namun, ul­ al-bab juga dapat digunakan bagi pemilik IQ yang sudah menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi di balik kemampuan akal pikiran (Q.S. al-Baqarag/2:269 dan S. al-Zumar/39:9). Dan masih banyak lagi istilah yang mengisyaratkan aktifitas kecerdasan intelektual kesemuanya itu dapat disimpulkan bahwa ontologi akal hanya terbatas pada obyek-obyek yang dapat diindera, kepada obyek-obyek yang bersifat metafisik.

Penguasaan kecerdasan intelektual bukan jaminan untuk memperoleh kualitas iman atau kualitas spiritual yang lebih baik, karena terbukti banyak orang yang cerdas secara intelektual tetapi tetap kufur terhadap Tuhan. Hal ini juga ditegaskan di dalam Q.S.al-Baqarah/2:75:


Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (Q.S.al-Baqarah/2:75).

Ayat ini mengisyaratkan bahwa bahwa kecerdasan intelektual terkadang digunakan untuk meligitimasi kekufuran. Padahal, idealnya kecerdasan intelektual digunakan untuk memperoleh kecerdasan-kecerdasan yang lebih tinggi. Seorang ilmuan yang arif tidak berhenti pada level kecerdasan intelektual tetapi melakukan sinergi dengan kecerdasan-kecerdasan yang lebih tinggi. Inilah makna simbol ayat pertama yang diturunkan dalam Al-Qur’an: Iqara’ bi ism Rabbik: “Membaca” harus selalu dikaitkan dengan “nama Tuhan”.


Kecerdasan Emosional[4] (EQ)
Kecerdasan emosional dapat diartikan dengan kemampuan untuk “menjinakkan” emosi dan mengarahkannya ke pada hal-hal yang lebih positif. Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan didorong oleh emosi, dalam arti bagaimana yang bersangkutan dapat menjadi begitu rasional di suatu saat dan menjadi begitu tidak rasional pada saat yang lain. Dengan demikian, emosi mempunyai nalar dan logikanya sendiri. Tidak setiap orang dapat memberikan respon yang sama terhadap kecenderungan emosinya. Seorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emosionalnya berpeluang menjadi manusia-manusia utama dilihat dari berbagai segi.

Hubungan antara otak dan emosi mempunyai kaitan yang sangat erat secara fungsional. Antara satu dengan lainnya saling menentukan. Daniel Goleman menggambarkan bahwa otak berfikir harus tumbuh dari wilayah otak emosional. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa keserdasan emosional hanya bisa aktif di dalam diri yang memiliki kecerdasan intelektual.[5]

Jenis dan sifat emosi dapat dikelompokkan sebagai berikut:

- Amarah: Bringas, mengamuk, benci, marah besar, jenkel, kesal hati, terganggu, berang, tersinggung, bermusuhan, sampai kepada kebencian bersifat patologis.
- Kesediahan: Pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi berat.
- Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, khawatir, waspada, tidak tenang, negeri, kecut, fobia, dan panik.
- Kenikmatan: bahagia, gembira, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, dan batas ujungnya mania.
- Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih.
- Terkejut: terkesima, takjub, terpana.
- Jengkel: hina, jijik, muak, mual, dan benci.
- Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, aib, dan hati hancur lebur.[6]

Kelompok-kelompok emosi tersebut di atas menurut Paul Ekman dari Universitas California, akan menampilkan ekspresi wajah yang Universal di hampir seluruh etnik, artinya dari suku dan etnik manapun seorang yang mengalami berbagai jenis emosi di atas akan menampilkan ekspresi raut muka yang sama.[7]

Di dalam Al-Qur’an, aktifitas kecerdasan emosional seringkali dihubungkan dengan kalbu. Oleh karena itu, kata kunci utama EQ di dalam Al-Qur’an dapat ditelusuri melalui kata kunci (kalbu) dan tentu saja dengan istilah-istilah lain yang mirip dengan fungsi kalbu seperti jiwa (???), intuisi, dan beberapa istilah lainnya.

Jenis-jenis dan sifat-sifat kalbu (qalb) dalam Al-Qur’an dapat sikelompokkan sebagai berikut:

* Kalbu yang positif :
1. Kalbu yang damai (Q.S. al-Syura/26:89).
2. Kalbu yang penuh rasa takut (Q.S.Qafl50:33)
3. Kalbu yang tenang (Q.S. al-Nahl/16:6)
4. Kalbu yang berfikir (Q.S.al-Haj/2:46)
5. Kalbu yang mukmin (Q.S.al-Fath/48:4)

* Kalbu tang Negatif:
1. Kalbu yang sewenang-wenang (Q.S. Gafir/40:35)
2. Kalbu yang sakit (Q.S. al-Ahdzab/33:32)
3. Kalbu yang melampaui batas (Q.S.Yunus/10:74)
4. Kalbu yang berdosa (Q.S.al-Hijr/15:12)
5. Kalbu yang terkunci, tertutup (Q.S.al-Baqarah/2:7)
6. Kalbu yang terpecah-pecah (Q.S.al-Hasyr/59:14)

Kalau qalb di atas dapat diartikan sebagai emosi maka dapat difahami adanya emosi cerdas dan tidak cerdas. Emosi yang cerdas dapat dilihat pada sifat-sifat emosi positif dan emosi yang tidak cerdas pada sifat-sifat emosi negatif.

Eksistensi kecerdasan emosional dijelaskan dengan begitu jelas di dalam beberapa ayat berikut ini:

maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Q.S.al-Haj/22:46)

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Q.S.al-A’raf/5:179)

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Q.S.al-Jatsiyah/45:23)

Ayat-ayat tersebut di atas cukup jelas menggambarkan kepada kita bahwa faktor kecerdasan emosional ikutserta menentukan eksistensi martabat manusia di depan Tuhan. Menurut S.H.Nasr, emosi inilah yang menjadi faktor penting yang menjadikan manusia sebagai satu-satunya makhluk eksistensialis, yang bisa turun-naik derajatnya di mata Tuhan. Binatang tidak akan pernah meningkat menjadi manusia dan malaikat tidak akan pernah “turun” menjadi manusia karena mereka tidak memiliki unsur kedua dan unsur ketiga seperti yang dimiliki manusia.[8]

Upaya mendapatkan kecerdasan emosional dalam Islam sangat terkait dengan upaya memperoleh kecerdasan spiritual. Keduanya mempunyai beberapa persamaan metode dan mekanisme, yaitu keduanya menuntut latihan-latihan yang bersifat telaten dan sungguh-sungguh (muj±hadah) dengan melibatkan “kekuatan dalam” (inner power) manusia. Bedanya, mungkin terletak pada sarana dan proses perolehan. Aktifitas kecerdasan emosional seolah-olah masih tetap berada di dalam lingkup diri manusia (sub-conciousnes), sedangkan kecerdasan spiritual sudah melibatkan unsur asing dari diri manusia (supra-conciousnes).

Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual menjadi salah satu wacana yang mulai mencuak akhir-akhir ini. Wacana ini muncul seolah-olah kelanjutan dari wacana yang pernah dipopulerkan oleh Daniel Goleman dengan Emotional Intelligence-nya. Kini sudah mulai bermunculan karya-karya baru tentang kecerdasan ketiga ini dengan metode pembahasan yang berbeda-beda. Yang lebih menarik lagi karena buku-buku ini muncul di dunia Barat. Apakah ini pertanda bahwa Barat kini sudah mulai melakukan reorientasi pandangan hidup atau karena sedang terjadi suatu krisis di Barat.

Kalangan ilmuan kini semakin sadar betapa pentingnya manusia kembali berpaling untuk memahami dirinya sendiri lebih mendalam. Sebab hanya dengan mengandalkan kecerdasan intelektual saja manusia tidak akan sampai kepada martabat yang ideal. Atas dasar inilah, Danah Zohar dan Ian Marshal menerbitkan satu buku yang amat menarik yang diberinya judul: SQ Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence. Dalam buku ini diawali dengan tinjauan secara kritis kelemahan-kelemahan dunia Barat dalam kurun waktu terakhir ini karena mengabaikan faktur kecerdasan spiritual ini. Sebaliknya, buku ini memberikan apresiasi yang sangat positif terhadap niulai-nilai humanisme ketimuran yang dikatakannya lebih konstruktif daripada nilai-nilai humanisme yang hidup di Barat.[9]

Kecerdasan spiritual dalam Islam sesungguhnya bukan pembahasan yang baru. Bahkan masalah ini sudah lama diwacanakan oleh para sufi. Kecerdasan spiritual (SQ) berkaitan langsung dengan unsur ketiga manusia. Seperti telah dijelaskan terdahulu bahwa manusia mempunyai substansi ketiga yang disebut dengan roh. Keberadaan roh dalam diri manusia merupakan intervensi langsung Allah Swt tanpa melibatkan pihak-pihak lain, sebagaimana halnya proses penciptaan lainnya. Hal ini dapat difahami melalui penggunaan redaksional ayat sebagai berikut:

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. (Q.S.al-Hijr/15:29)


Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan) Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya". (Q.S.Shad/38:72).

Ayat tersebut di atas menggunakan kata (dari ruh-Ku) , bukan kata (dari roh Kami) sebagaimana lazimnya pada penciptaan makhluk lain. Ini mengisyaratkan bahwa roh yang ada dalam diri manusia itulah yang menjadi unsur ketiga (???? ???) dan unsur ketiga ini pula yang menyebabkan seluruh makhluk harus sujud kepada Adam. Ini menggambarkan seolah-olah ada obyek sujud lain selain Allah. Unsur ketiga ini pula yang mem-backup manusia sebagai khalifah (representatif) Tuhan di bumi.

Kehadiran roh atau unsur ketiga pada diri seseorang memungkinkannya untuk mengakses kecerdasan spiritual. Namun, upaya untuk mencapai kecerdasan itu tidak sama bagi setiap orang. Seorang Nabi atau wali tentu lebih berpotensi untuk mendapatkan kecerdasan ini, karena ia diberikan kekhususan-kekhususan yang lebih dibanding orang-orang lainnya. Namun tidak berati manusia biasa tidak bisa mendapatkan kecerdasan ini.

Kisah menarik di dalam Al-Qur’an yang menunjukkan adanya seorang anak manusia bernama Khidlir ditunjuk menjadi guru spiritual Nabi Musa. Peristiwa ini terjadi ketika Nabi Musa baru saja mencapai kemenangan dengan tenggelamnya Raja Fir’an ke dasar laut. Seseorang datang bertanya kepada Nabi Musa, apakah masih ada orang yang lebih hebat dari anda? Secara spontanitas Nabi Musa menjawab tidak ada. Seketika itu Allah Swt memerintahkan Nabi Musa untuk berguru kepada seseorang, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Kahfi/17:65 sebagai berikut:

Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.

Ketika Nabi Musa diterima sebagai murid dengan persyaratan Musa harus bersabar dan tidak diperkenangkan untuk bertanya secara logika, maka setelah keduanya tiba di suatu tempat, ditemukan sejumlah perahu nelayang yang ditambatkan di pantai. Sang guru lalu melubangi satu demi satu perahu itu. Nabi musa tergoda untuk bertanya, apa arti perbuatan gurunya, bukankah perahu nelayan ini satusatunya alat mata pencaharian nelayan miskin di desa ini? Khidlir mengingatkan perjanjian yang telah disetujui, Musa belum diperkenankan untuk bertanya, kemudian Musa minta maaf lalu keduanya melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di satu tempat, keduanya menjumpai segerombolan anak-anak kecil sedang bermain-main lau salah seorang dari anak-anak itu ditangkap lalu dibunuh oleh sang guru. Nabi Musa kembali mengintrubsi gurunya dengan mengatakan, ini apa artinya? Bukankah anak ini belum mempunyai dosa? Akhirnya Nabi Musa kembali harus meminta maaf atas kelancangannya. Setelah tiba di suatu tempat, keduanya menjumpai tembok tua yang hampir roboh, kemudian keduanya berhari-hari membangun kembali bangunan tembok tua itu. Setelah selesai dipugar, Khidlir mengajak Nabi Musa untuk meninggalkan tepat itu. Musa pun kembali bertanya, ini untuk apa semua dilakukan? Untuk yang ketiga kali ini, Nabi Musa tidak lagi dapat dianggap sabar untuk menjadi murid dan Musa pun sudah tabah untuk tidak lagi melanjutkan pelajaran kepada gurunya. Sebelum keduanya berpisah, sang guru tidak lupa menceritakan pengalaman-pengalaman yang pernah ia lakukan.

Gurunya memberikan penjelasan bahwa para pemilik perahu nelayan itu kini sedang berutang budi terhadap orang yang pernah melubangi peruhunya. Mereka bersyukur karena seandainya perahu tidak dilubangi sudah barang tentu perahu itu ikut dijarah oleh pasukan Raja dlalim yang merayakan hari ulangtahunnya di laut. Anak itu sengaja dibunuh karena Khidlir diberikan ilmu khusus dari Allah Swt bahwa anak itu kalau sudah besar akan menjadi racun di dalam masyarakatm termasuk mengkufurkan kedua orang tuanya, sementara kedua orang tua anak tersebut masih akan dikaruniai anak-anak yang shaleh. Tembok tua itu dipugar karena di bawah tembok itu tersimpan harta karun yang luar biasa besarnya, sementara pemiliknya masih dalam keadaan bayi. Tembok itu akan roboh ketika anak itu sudah besar dan sudah dapat mendayagunakan hartanya[10]

Kisah simbolik ini mengisyaratkan adanya tingkatan-tingkatan kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki Khidlir dapat dikategorikan kecerdasan spiritual. Sementara model kecerdasan yang ditampilkan Nabi Musa adalah kecerdasan intelektual. Kisah ini juga mengisyarakan bahwa kecerdasan spiritual tidak hanya dapat diakses oleh para Nabi tetapi manusia yang buka Nabi pun berpotensi untuk memperolehnya.

Pengalaman Al-Gazali dan Ibn Arabi
Al-Gazali sesungguhnya sudah lama telah memperkenalkan model kecerdasan spiritual ini dengan beberapa sebutan, seperti dapat dilihat dalam konsep muk±syafah dan konsep ma’rifah-nya. Menurut Al-Gazali, kecerdasan spiritual dalam bentuk muasyafah (ungkapan langsung) dapat diperoleh setelah roh terbebas dari berbagai hambatan. Roh tidak lagi terselubung oleh khayalan pikiran dan akal pikiran tidak lagi menutup penglihatan terhadap kenyataan Yang dimaksud hambatan di sini ialah kecenderungan-kecenderungan duniawi dan berbagai penyakit jiwa. Mukasyafah ini juga merupakan sasaran terakhir dari para pencari kebenaran dan mereka yang berkeinginan meletakkan keyakinannya dalam di atas kepastian. Kepastian yang mutlak tentang sebuah kebenaran hanya mungkin ada pada tingkat ini.[11]

Kecerdasan spiritual menurut Al-Gazali dapat diperoleh melalui wahyu dan atau ilham. Wahyu merupakan “kata-kata” yang menggambarkan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara umum, yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya dengan maksud supaya disampaikan kepada orang lain sebagai petunjuk_nya. Sedangkan ilham hanya merupakan “pengungkapan” (mukasyafah) kepada manusia pribadi yang disampaikan melalui batinnya. Al-Gazali tidak membatasi ilham itu hanya pada wali tetapi diperuntukkan kepada siapapun juga yang diperkenankan oleh Allah.

Menurut Al-Gazali, tidak ada perantara antara manusia dan pencipta-Nya. Ilham diserupakan dengan cahaya yang jatuh di atas hati yang murni dan sejati, bersih, dan lembut. Dari sini Al-Gazali tidak setuju ilham disebut atau diterjemahkan dengan intuisi. Ilham berada di wilayah supra conciousnes sedangkan intuisi hanya merupakan sub-conciousnes. Allah Swt sewaktu-waktu dapat saja mengangkat tabir yang membatasi Dirinya dengan makhluk-Nya. Ilmu yang diperoleh secara langsung dari Allah Swt, itulah yang disebut ‘Ilm al-Ladunny oleh Al-Gazali.[12]

Orang yang tidak dapat mengakses langsung ilmu pengetahuan dari-Nya tidak akan menjadi pandai, karena kepandaian itu dari Allah Swt. Al-Gazali mengukuhkan pendapatnya dengan mengutip Q.S. Al-Baqarah/2:269:


Allah menganugrahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Qur'an dan As Sunnah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

Al-Gazali mengakui adanya hierarki kecerdasan dan hierarki ini sesuai dengan tingkatan substansi manusia. Namun Al-Gazali hierarki ini disederhanakan menjadi dua bagian, yaitu:

1.Kecerdasan intelektual yang ditentukan oleh akan (al-‘aql)

2.Kecerdasan Spiritual yang diistilahkan dengan kecerdasan ruh±ni, yang ditetapkan dan ditentukan oleh pengalaman sufistik.[13]

Ibn Arabi menganalisis lebih mikro lagi tentang kecerdasan spiritual dengan dihubungkannya kepada tiga sifat ilmu pengetahuan ini, yaitu yaitu pengetahuan kudus (‘ilm al-ladunni), ilmu pengetahuan misteri-misteri (‘ilm al-asr±r) dan ilmu pengetahuan tentang gaib (‘ilm al-gaib).[14] Ketiga jenis ilmu pengetahuan ini tidak dapat diakses oleh kecerdasan intelektual. Tentang kecerdasan intelektual, Ibn ‘Arabi cenderung mengikuti pendapat Al-Hallaj yang menyatakan bahwa intelektualitas manusia tidak mampu memahami realitas-realitas. Hanya dengan kecerdasan spirituallah yang mampu memahami ketiga sifat ilmu pengetahuan tersebut di atas.

Al-Gazali dan Ibn ‘Arabi mempunyai kedekatan pendapat di sekitar aksessibilitas kecerdasan spiritual. Menurut Al-Gazali, jika seseorang mampu mensinergikan berbagai kemampuan dan kecerdasan yang ada pada diri manusia, maka yang bersangkutan dapat “membaca” alam semesta. Kemampuan membaca alam semesta di sini merupakan anak tangga menuju pengetahuan (ma’rifah) tentang pencipta-Nya. Karena alam semesta menurut Al-Gazali merupaka “tulisan” Allah Swt.

Menurut Al-Gazali, hampir seluruh manusia pada dasarnya dilengkapi dengan kemampuan untuk mencapai tingkat kenabian dalam mengetahui kebenaran, antara lain dengan kemampuan membaca alam semesta tadi. Fenomena “kenabian” bukanlah sesuatu yang supernatural, yang tidak memberi peluang bagi manusia dengan sifat-sifatnya untuk “menerimanya”. Dengan pemberian kemampuan dan berbagai kecerdasan kepada manusia, maka “kenabian” menjadi fenomena alami. Keajaiban yang menyertai para Rasul sebelum Nabi Muhammad bukanlah aspek integral dari “kenabian”, tetapi hanyalah alat untuk pelengkap alam mempercepat umat percaya dan meyakini risalah para Rasul itu.

[1]Lips, Hilary M., Sex & Gender an: Introduction, California, London, Toronto: Mayfield Publishing Company, 1993, h. 40.

[2]Lihat misalnya dalam Fakhr al-R±z³, al-Tafs³r al-Kab³r, Juz 8 Libanon: D±r Ihy±’ wa al-Tur±ts al-‘Arabi, 1990., h.265. Lihat pula Sa’³d Hawwa, al-Us±s f³ al-Tafs³r, Juz 7, Mesir: D±r al-Sal±m, 1999, h. 3628-3629.

[3]Lihat Sandy MacGregor, Piece of Mind, Mengaktifkan Kekuatan Pikiran Bawah Sadar untuk Mencapai Tujuan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, h.41.

[4]Kata emosi berasal dari akar kata movere (Latin), berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e” untuk memberi arti bergerak menjauh”. Secara literal emosi diartikan setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap.(Lihat Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional Mengapa Lebih Penting daripada IQ), Jakarta: PT. Gramedia Pusaka Utama, 2000, h. 7.) Emosi dalam arti ini dalam bahasa arab dapat disepadankan dengan kata qalb, berasal dari akar kata qalaba yang secara harfiah berarti “merubah, membalikkan, menjauhkan”.

[5]Goleman, op, cit., h. 15.
[6]Ibid, h. 411-422.
[7]Goleman, Op. cit., h. 412.
[8]S.H.Nasr, Ideals and Realities of Islam, London: George Allen & Unwil Ltd, 1975, h. 18-19.
[9]Danah Zohar & Ian Marshal, Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence, London: Bloomsbury, 2000, h.31-32.
[10]Kisah ini disadur dari Kitab Tafsir al-Thabari tentang kisa perjalanan spiritual seorang anak hamba yang bernama Ali AS.
[11]Al-Gazali dalam Muqaddimah Ihy± ‘Ul­m al-D³n.
[12]Al-Gazali, Al-Ris±lah al-Ladunniyyah, (Kumpulan Karangan pendek yang dibukukan), h, 29-30.
[13]Lihat Ali Issa Othman, Manusia Menurut Al-Gazali, Bandung: Pustaka Perpustakaan Salman ITB Bandung, 1981, h, 70-71.
[14]Ibn ‘Arabi, Futuh±t al-Makkiyyah, Juz IV, h. 394. Bandingkan dengan Fush­sh al-Hikam, h. 369.

 
IP
visitors browsers counter
Add to Technorati Favorites
Msn bot last visit
This Blog is proudly presented by Blog Ramadhan | Thanks to bacayuk.blogdetik.com